RUU Penyiaran Larangan Investigasi Jurnalis, Apakah Bentuk Pengekangan Berekspresi?
Kajian Oleh: LP2DH
Editor: Risti Alfinatu Zahra
RUU Penyiaran yang sedang dibahas DPR merupakan salah satu regulasi yang mempunyai dampak besar terhadap industri media dan informasi di Indonesia. Salah satu dampak utama dari RUU Penyiaran ini adalah adanya potensi pembatasan kebebasan berekspresi.
Pada Pasal 50B ayat (2) huruf c terkait larangan liputan investigasi jurnalistik dapat membatasi ruang gerak jurnalis dan media untuk melaporkan berita secara independen. Walaupun jika ditelaah pasal ini lebih mengarah ke ekslusivitas yang mana pemerintah mungkin ingin mencegah hoax dari pandangan pribadi. Hanya saja pers sebagai pilar keempat demokrasi jika dibatasi seperti itu dapat berpotensi menurunkan kualitas demokrasi. Masyarakat akan sulit mendapatkan informasi yang objektif dan akurat yang pada gilirannya bisa mengurangi partisipasi publik dalam proses demokrasi.
Selain itu, RUU Penyiaran tersebut dikhawatirkan memberi
kekuasaan yang terlalu besar terhadap pemerintah untuk mengatur isi media yang
tidak sejalan dengan kepentingan pemerintah sehingga dapat disalahgunakan.
Ditambah lagi sejak awal penyusunan RUU Penyiaran tersebut tidak melibatkan
Dewan Pers dalam proses pembuatannya. Padahal dalam proses penyusunan UU
harusnya ada partisipasi penuh dari seluruh pemangku kepentingan. Namun, hal
ini tidak terjadi dalam penyusunan draf RUU Penyiaran. Secara keseluruhan RUU
Penyiaran ini banyak menuai kritik karena beberapa pasal berpotensi membatasi
kebebasan pers dan berekspresi. Sebaiknya DPR meninjau kembali beberapa pasal
yang bermasalah dan memastikan proses pembahasan RUU Penyiaran dilakukan dengan
terbuka terhadap partisipasi masyarakat.
Komentar
Posting Komentar