EKSOTISNYA PERPOLITIKAN INDONESIA
KARYA TULIS ILMIAH
EKSOTISNYA PERPOLITIKAN INDONESIA
Di Susun Oleh Tim 3 :
Saskia Dinda Lestari
Via Ananda S
Deni Septiadi
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya, sehingga bisa selesainya makalah ini. Dengan makalah ini mudah-mudahan bisa dijadikan suatu pembelajaran guna meningkatkan wawasan dan pengetahuan mahasiswa sekarang ini.
Makalah ini bertujuan untuk Mengikuti Lomba Internal Karya Tulis Ilmiah oleh LP2DH FH ULM
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca. Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan.Kami mohon untuk saran dan kritiknya. Akhir kata,Terima Kasih.
Banjarmasin, 28 Mei 2018
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...................................................................................... i
DAFTAR ISI ..................................................................................................... ii
ABSTRAK ........................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1
1.2 Perumusan Masalah ................................................................................ 2
1.3 Tujuan Masalah ....................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. KETERWAKILAN PEREMPUAN DI DALAM LEGISLATIF
2.1 Perempuan dan partisipasi politik ........................................................... 3
2.2 Keterwakilan perempuan dalam lembaga legislatif ................................ 4
B. FAKTOR PENGHALANG DAN KETERWAKILAN PEREMPUAN DALAM LEGISLATIF
3.1 Faktor penghalang keterwakilan perempuan dalam lembaga legislatif .. 5
3.2 Faktor pendorong keterwakilan perempuan dalam lembaga legislatif ... 6
C. UPAYA PEMERINTAH DAN PERAN PARPOL TERDAHAP KETERWAKILAN PEREMPUAN DALAM LEGISLATIF
4.1 Upaya pemerintah terhadap keterwakilan perempuan dalam legislatif ... 7
4.2 Partai politik sebagai saluran partisipasi politik perempuan ................... 7
BAB III PENUTUP
5.1 Kesimpulan .............................................................................................. 8
5.2 Saran ........................................................................................................ 8
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... iv
ABSTRAK
Tujuan dari disusunnya makalah ini adalah untuk melihat sejauh mana keterwakilan perempuan dalam perpolitikan Indonesia, faktor penghalang dan pendukung yang menyertai keterwakilan mereka dalam legislatif, serta untuk melihat sejauh mana upaya pemerintah dan peran partai politik dalam mendorong keterwakilan perempuan. Keterlibatan perempuan dalam proses-proses politik seperti keterwakilannya dalam legislatif merupakan bentuk dari kesadaran emansipasi wanita.
Keterlibatan perempuan dalam proses politik di Indonesia masih sangat minim. Minimnya keterwakilan perempuan dalam politik disebabkan oleh kondisi struktural dan kultural bangsa Indonesia. Tingginya budaya patriarki yang melekat dalam budaya Indonesia menjadi penghalang keterwakilan perempuan dalam legislatif. Budaya ini memandang perempuan lemah dan lebih memposisikan perempuan sebagai ibu rumah tangga. Selain itu, adanya subordinasi gender juga menjadi penghalang bagi keterwakilan perempuan untuk berpartisipasi dalam politik.
Seperti yang telah diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 19 (2) Susunan Dewan Perwakilan Rakyat diatur dengan undang-undang. Menghadapi hal demikian pemerintah sebagai pemegang kebijakan telah menetapkan sejumlah undang-undang untuk mendorong keterwakilan perempuan dalam legislatif. UU Nomor 2 Tahun 2008 dan UU Nomor 10 Tahun 2008, merupakan UU yang ditetapkan pemerintah untuk mendorong keterwakilan perempuan dalam legislatif. Dalam kedua undang-undang tersebut, perempuan memiliki kuota sebesar 30% untuk turut serta dalam legislatif. Sedangkan parpol berperan dalam mengakomodir keterwakilan perempuan adalam legislatif. Melalui ketetapan tersebut, perempuan dapat turut berpartisipasi dalam legislatif, sejajar dengan laki-laki.
kata kunci: perempuan ,partisipasi, politik, gender, lembaga legis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
R.A Kartini mencetuskan emansipasi wanita seperti yang tertuang dalam bukunya Habis GelapTerbitlah Terang, keinginannya sebagai perempuan adalah untuk bebas dan mandiri, adapun jumlah penduduk perempuan di Indonesia lebih banyak dari laki-laki, demikian pula jumlah pemilih perempuan. Namun, dalam proses politik jumlah itu bukanlah jaminan terhadap keterwakilan perempuan secara signifikan.
Di Indonesia, keterlibatan perempuan dalam proses politik masih sangat rendah. Rendahnya keterlibatan perempuan secara struktural dapat dilihat dari dua hal. Pertama, minimnya jumlah keterwakilan perempuan di lembaga pengambilan keputusan.
Persoalan ketimpangan gender tercermin jelas dalam rendahnya keterwakilan perempuan di struktur lembaga perwakilan Indonesia. Berdasarkan data Proyeksi Penduduk Indonesia 2010-2035, dari total 261,9 juta penduduk Indonesia pada 2017, penduduk perempuannya berjumlah 130,3 juta jiwa atau sekitar 49,75 persen dari populasi. Sayangnya, besarnya populasi perempuan tersebut tidak terepresentasi dalam parlemen. Proporsi perempuan di kursi DPR jauh lebih sedikit bila dibandingkan dengan proporsi laki-laki.
Berdasarkan uraian di atas, penulis, dalam makalah ini akan mencoba membahas Partisipasi Politik Perempuan Melalui Keterwakilannya dalam Lembaga Legislatif.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian-uraian mengenai keterwakilan perempuan dalam lembaga legislatif, maka dapat disusun perumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana keterwakilan perempuan dalam lembaga legislatif ?
2. Faktor-faktor apakah yang menjadi pendukung dan penghalang keterwakilan perempuan dalam lembaga legislatif ?
3. Upaya apakah yang dilakukan oleh pemerintah untuk mendorong keterwakilan perempuan dalam lembaga legislatif dan bagaimana peran parpol terhadap keterwakilan perempuan dalam lembaga legislatif ?
1.3 Tujuan Masalah
Makalah ini bertujuan untuk memberi gambaran tentang bagaimana keterwakilan perempuan dalam lembaga legislatif. Selain itu makalah ini juga bertujuan untuk memberi gambaran mengenai faktor pendukung dan penghalang keterwakilan perempuan dalam lembaga legislatif serta memberi gambaran bagaimana peran pemerintah dan parpol dalam mengakomodir keterwakilan perempuan dalam lembaga legislatif.
BAB II
PEMBAHASAN
A. KETERWAKILAN PEREMPUAN DI DALAM LEGISLATIF
2.1 Perempuan dan Partisipasi Politik
Partisipasi politik merupakan aspek penting dalam sebuah tatanan negara demokrasi, sekaligus merupakan ciri $khas adanya modernisasi politik. Dalam pengertian umum, partisipasi adalah kegiatan seseorang atau sekelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik. Kegiatan ini dapat berupa pemberian suara dalam pemilu, menjadi anggota suatu partai dan lain sebagainya.
Herbert McClosky mengatakan bahwa : Partisipasi politik adalah kegiatan-kegiatan sukarela dari warga masyarakat melalui mana mereka mengambil bagian dalam proses pemilihan penguasa dan secara langsung atau tidak langsung dalam proses pembentukan kebijakan umum.
Secara umum dalam masyarakat tradisional yang sifat kepemimpinan politiknya lebih ditentukan oleh segolongan elit penguasa, keterlibatan warga negara dalam ikut serta mempengaruhi pengambilan keputusan, dan mempengaruhi kehidupan bangsa relatif kecil.
Di negara-negara yang proses modernisasinya secara umum telah berjalan dengan baik, biasanya tingkat partisipasi warga negara juga meningkat. Dapat dikatakan bahwa modernisasi menghasilkan partisipasi yang meluas.
Partisipasi perempuan Indonesia dalam politik, bukanlah merupakan hal yang baru lagi. Perempuan telah turut serta secara aktif dalam pergerakan kebangsaan bahkan sebelum datangnya masa kolonialisme.
Salah satu implementasi nyata bagi perempuan Indonesia dalam bidang politik adalah pemilu 1955 dimana perempuan yang memenuhi persyaratan untuk dipilih dan memilih telah ikut serta dalam kegiatan politik yang sangat berarti itu.
Sejak saat itu partisipasi perempuan dalam berbagai lembaga pemerintahan dari yang rendah sampai yang tinggi serta berkecimpungnya mereka dalam berbagai organisasi kemasyarakatan dan politik tidak lagi merupakan hal yang aneh (Isbodroini, 1993).
2.2 Keterwakilan Perempuan dalam Lembaga Legislatif
Salah satu wujud nyata dari tumbuhnya kesadaran kekuatan politik perempuan ditandai dengan keterlibatan secara aktif perempuan dalam proses-proses politik. Proses-proses politik tersebut dapat ditempuh melalui keterwakilan perempuan dalam politik.
Semaraknya semangat berpolitik menjelang Pemilu 2009, yang sebentar lagi akan terlaksana mengundang semua pihak untuk turut aktif didalamnya. Tak terkecuali perempuan yang selama ini masih senantiasa terkekang dalam budaya patriarki yang melekat dalam budaya Indonesia.
Keterwakilan perempuan dalam politik secara nyata tidak saja didasarkan pada keikutsertaannya dalam pengambilan keputusan, tetapi juga kontribusinya untuk memperjuangkan hak-hak kaum perempuan. Keterwakilan perempuan dalam politik didasarkan pada UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD dan DPRD serta UU No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik yang berisi mandat kepada parpol untuk memenuhi kuota 30% bagi perempuan dalam politik, terutama di lembaga perwakilan rakyat.
B. FAKTOR PENGHALANG DAN PENDORONG KETERWAKILAN PEREMPUAN DALAM LEGISLATIF
3.1 Faktor Penghalang Keterwakilan Perempuan dalam Lembaga Legislatif
Minimnya keterwakilan perempuan di dalam lembaga-lembaga pengambilan keputusan di Indonesia menjadi persoalan ketika transisi menuju demokrasi menuntut kesetaraan dan keadilan perempuan. Kondisi sosiokultur bangsa yang pekat dengan budaya patriarki menjadi salah satu faktor penghalang untuk aktualisasi perempuan sebagai pengambil kebijakan pembangunan bangsa ini.
Budaya patriarki menggambarkan tingginya dominasi laki-laki yang tidak memberikan kesampatan pada perempuan. Budaya ini menganggap perempuan lemah dan lebih memposisikan perempuan sebagai ibu rumah tangga. Dengan kondisi seperti ini, maka kemampuan finansial kaum perempuan juga menjadi terbatas. Padahal keterwakilan perempuan dalam legislatif diyakini mampu mengubah dunia politik yang sarat konflik menjadi lebih damai.
Faktor lain yang menjadi penghalang keterwakilan perempuan adalah adanya subordinasi gender.Subordinasi terhadap perempuan barmakna bahwa perempuan tidak memiliki peluang untuk mengambil keputusan bahkan yang menyangkut dirinya. Perempuan diharuskan tunduk pada keputusan yang diambil oleh laki-laki. Sehingga ruang gerak mereka menjadi sangat konvensional dan seringkali dipandang tidak layak menjadi politisi.
3.2 Faktor Pendorong Keterwakilan Perempuan dalam Legislatif
Sosialisasi politik memegang peranan penting terhadap partisipasi perempuan dalam politik. Michael Rush dan Philip Althoff :
“ Sosialisasi politik adalah suatu proses bagaimana memperkenalkan sistem politik pada seseorang. Tidak hanya memperkenalkan saja tetapi juga bagaimana orang tersebut menentukan tanggapan serta reaksi-reaksinya terhadap gejala-gejala politik yang ada “.
Secara umum, sosialisasi politik didefinisikan sebagai suatu proses tertanamnya nilai-nilai politik secara terus-menerus dan yang pada perkembangannya akan menciptakan orientasi politik seseorang yang akan mendasari tindak tanduk seseorang
Dalam sosialisasi politik terdapat beberapa agen yang berperan sentral dalam studi sosialisasi politik, seperti keluarga, sekolah dan kelompok. Hasil sosialisasi politik dari berbagai agen tersebut akan membentuk perilaku politik. Melalui sosialisasi politik, perempuan akan terdorong untuk melibatkan diri secara langsung dalam politik.
C. UPAYA PEMERINTAH DAN PERAN PARPOL TERHADAP KETERWAKILAN PEREMPUAN DALAM LEGISLATIF
4.1 Upaya Pemerintah Terhadap Keterwakilan Perempuan dalam Legislatif
Beberapa peraturan perundang-undangan pun telah disusun Salah satu upaya untuk meningkatkan peran perempuan sudah dilakukan dengan menerbitkan peraturan perundang-undangan yang dapat menjamin peningkatan keterwakilan perempuan di kursi DPR. Peraturan ini dirumuskan dalam Undang-undang Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik dan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang di dalamnya juga mengatur pemilu tahun 2009.
4.2 Partai Politik Sebagai Saluran Partisipasi Politik Perempuan
UU No. 2 Tahun 2008 memuat kebijakan yang mengharuskan partai politik menyertakan keterwakilan perempuan minimal 30% dalam pendirian maupun dalam kepengurusan di tingkat pusat. Angka ini didapat berdasarkan penelitian Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang menyatakan bahwa jumlah minimum 30 persen memungkinkan terjadinya suatu perubahan dan membawa dampak pada kualitas keputusan yang diambil dalam lembaga-lembaga publik.
Sebagai saluran aspirasi dan partisipasi politik, parpol secara serius dan berkelanjutan berperan dalam melakukan rekruitmen jabatan politik. Melalui rekruitmen jabatan politik, perempuan memiliki kesempatan yang sama dengan laki-laki untuk berpartisipasi dalam politik. Partai politik bertanggung jawab dalam menempatkan perempuan pada posisi dan tanggung jawab organisatoris yang signifikan, selain mempersiapkan dan menempatkan perempuan sebagai caleg yang setara dengan caleg laki-laki.
BAB III
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Keterwakilan perempuan secara aktif dalam legislatif, merupakan salah satu wujud nyata dari tumbuhnya keasadaran kekuatan politik perempuan. Keterlibatan perempuan secara nyata tidak saja didasarkan pada keikutsertaannya dalam pengambilan keputusan, tetapi juga kontribusinya untuk memperjuangkan hak-hak kaum perempuan.
Kondisi sosiokultur yang pekat dengan budaya patriarkinya menjadi salah satu faktor penghalang untuk aktualisasi perempuan sebagai pengambil kebijakan bangsa ini. Berbagai upaya pun dilakukan untuk mendorong keterwakilan perempuan dalam legislatif. Melalui UU Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik dan UU Nomor 10 Tahun 2008, keterwakilan perempuan menjadi syarat wajib bagi keikutsertaan parpol dalam pemilu. Dimana tiap parpol wajib memenuhi kuota 30% perempuan dalam politik.
Peran parpol sendiri terhadap keterwakilan perempuan dalam diwujudkan melalui rekruitmen jabatan politik, dimana perempuan memiliki kesempatan yang sama dengan laki-laki untuk ikut serta berpartisipasi dalam politik.
5.2 Saran
Pemerintah sebagai pemegang kekuasaan harus mengoptimalkan kinerjanya dalam mendorong perempuan untuk turut aktif dalam legislatif.Parpol sebagai penyerap aspirasi politik harus menjalankan ketetapan pemerintah sebagaimana terdapat dalam UU Nomor 2 Tahun 2008 dan UU Nomor 10 Tahun 2008, mengenai keterwakilan 30% kaum perempuan dalam politik. Perempuan harus berani dan memiliki kesadaran politik untuk tidak tabu berperan dan aktualisasi diri dalam politik.
DAFTAR PUSTAKA
Budiarjo, Miriam 1981, Partisipasi dan Partai Politik, PT Gramedia: Jakarta.
Sastroatmodjo, Sudijono 1995, Perilaku Politik, IKIP Semarang Press: Semarang.
https://guruppkn.com/pengertian-sosialisasi-politik-menurut-para-ahli
https://tirto.id/kuota-30-perempuan-di-parlemen-belum-pernah-tercapai-cv8q
EKSOTISNYA PERPOLITIKAN INDONESIA
Di Susun Oleh Tim 3 :
Saskia Dinda Lestari
Via Ananda S
Deni Septiadi
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya, sehingga bisa selesainya makalah ini. Dengan makalah ini mudah-mudahan bisa dijadikan suatu pembelajaran guna meningkatkan wawasan dan pengetahuan mahasiswa sekarang ini.
Makalah ini bertujuan untuk Mengikuti Lomba Internal Karya Tulis Ilmiah oleh LP2DH FH ULM
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca. Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan.Kami mohon untuk saran dan kritiknya. Akhir kata,Terima Kasih.
Banjarmasin, 28 Mei 2018
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...................................................................................... i
DAFTAR ISI ..................................................................................................... ii
ABSTRAK ........................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1
1.2 Perumusan Masalah ................................................................................ 2
1.3 Tujuan Masalah ....................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. KETERWAKILAN PEREMPUAN DI DALAM LEGISLATIF
2.1 Perempuan dan partisipasi politik ........................................................... 3
2.2 Keterwakilan perempuan dalam lembaga legislatif ................................ 4
B. FAKTOR PENGHALANG DAN KETERWAKILAN PEREMPUAN DALAM LEGISLATIF
3.1 Faktor penghalang keterwakilan perempuan dalam lembaga legislatif .. 5
3.2 Faktor pendorong keterwakilan perempuan dalam lembaga legislatif ... 6
C. UPAYA PEMERINTAH DAN PERAN PARPOL TERDAHAP KETERWAKILAN PEREMPUAN DALAM LEGISLATIF
4.1 Upaya pemerintah terhadap keterwakilan perempuan dalam legislatif ... 7
4.2 Partai politik sebagai saluran partisipasi politik perempuan ................... 7
BAB III PENUTUP
5.1 Kesimpulan .............................................................................................. 8
5.2 Saran ........................................................................................................ 8
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... iv
ABSTRAK
Tujuan dari disusunnya makalah ini adalah untuk melihat sejauh mana keterwakilan perempuan dalam perpolitikan Indonesia, faktor penghalang dan pendukung yang menyertai keterwakilan mereka dalam legislatif, serta untuk melihat sejauh mana upaya pemerintah dan peran partai politik dalam mendorong keterwakilan perempuan. Keterlibatan perempuan dalam proses-proses politik seperti keterwakilannya dalam legislatif merupakan bentuk dari kesadaran emansipasi wanita.
Keterlibatan perempuan dalam proses politik di Indonesia masih sangat minim. Minimnya keterwakilan perempuan dalam politik disebabkan oleh kondisi struktural dan kultural bangsa Indonesia. Tingginya budaya patriarki yang melekat dalam budaya Indonesia menjadi penghalang keterwakilan perempuan dalam legislatif. Budaya ini memandang perempuan lemah dan lebih memposisikan perempuan sebagai ibu rumah tangga. Selain itu, adanya subordinasi gender juga menjadi penghalang bagi keterwakilan perempuan untuk berpartisipasi dalam politik.
Seperti yang telah diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 19 (2) Susunan Dewan Perwakilan Rakyat diatur dengan undang-undang. Menghadapi hal demikian pemerintah sebagai pemegang kebijakan telah menetapkan sejumlah undang-undang untuk mendorong keterwakilan perempuan dalam legislatif. UU Nomor 2 Tahun 2008 dan UU Nomor 10 Tahun 2008, merupakan UU yang ditetapkan pemerintah untuk mendorong keterwakilan perempuan dalam legislatif. Dalam kedua undang-undang tersebut, perempuan memiliki kuota sebesar 30% untuk turut serta dalam legislatif. Sedangkan parpol berperan dalam mengakomodir keterwakilan perempuan adalam legislatif. Melalui ketetapan tersebut, perempuan dapat turut berpartisipasi dalam legislatif, sejajar dengan laki-laki.
kata kunci: perempuan ,partisipasi, politik, gender, lembaga legis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
R.A Kartini mencetuskan emansipasi wanita seperti yang tertuang dalam bukunya Habis GelapTerbitlah Terang, keinginannya sebagai perempuan adalah untuk bebas dan mandiri, adapun jumlah penduduk perempuan di Indonesia lebih banyak dari laki-laki, demikian pula jumlah pemilih perempuan. Namun, dalam proses politik jumlah itu bukanlah jaminan terhadap keterwakilan perempuan secara signifikan.
Di Indonesia, keterlibatan perempuan dalam proses politik masih sangat rendah. Rendahnya keterlibatan perempuan secara struktural dapat dilihat dari dua hal. Pertama, minimnya jumlah keterwakilan perempuan di lembaga pengambilan keputusan.
Persoalan ketimpangan gender tercermin jelas dalam rendahnya keterwakilan perempuan di struktur lembaga perwakilan Indonesia. Berdasarkan data Proyeksi Penduduk Indonesia 2010-2035, dari total 261,9 juta penduduk Indonesia pada 2017, penduduk perempuannya berjumlah 130,3 juta jiwa atau sekitar 49,75 persen dari populasi. Sayangnya, besarnya populasi perempuan tersebut tidak terepresentasi dalam parlemen. Proporsi perempuan di kursi DPR jauh lebih sedikit bila dibandingkan dengan proporsi laki-laki.
Berdasarkan uraian di atas, penulis, dalam makalah ini akan mencoba membahas Partisipasi Politik Perempuan Melalui Keterwakilannya dalam Lembaga Legislatif.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian-uraian mengenai keterwakilan perempuan dalam lembaga legislatif, maka dapat disusun perumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana keterwakilan perempuan dalam lembaga legislatif ?
2. Faktor-faktor apakah yang menjadi pendukung dan penghalang keterwakilan perempuan dalam lembaga legislatif ?
3. Upaya apakah yang dilakukan oleh pemerintah untuk mendorong keterwakilan perempuan dalam lembaga legislatif dan bagaimana peran parpol terhadap keterwakilan perempuan dalam lembaga legislatif ?
1.3 Tujuan Masalah
Makalah ini bertujuan untuk memberi gambaran tentang bagaimana keterwakilan perempuan dalam lembaga legislatif. Selain itu makalah ini juga bertujuan untuk memberi gambaran mengenai faktor pendukung dan penghalang keterwakilan perempuan dalam lembaga legislatif serta memberi gambaran bagaimana peran pemerintah dan parpol dalam mengakomodir keterwakilan perempuan dalam lembaga legislatif.
BAB II
PEMBAHASAN
A. KETERWAKILAN PEREMPUAN DI DALAM LEGISLATIF
2.1 Perempuan dan Partisipasi Politik
Partisipasi politik merupakan aspek penting dalam sebuah tatanan negara demokrasi, sekaligus merupakan ciri $khas adanya modernisasi politik. Dalam pengertian umum, partisipasi adalah kegiatan seseorang atau sekelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik. Kegiatan ini dapat berupa pemberian suara dalam pemilu, menjadi anggota suatu partai dan lain sebagainya.
Herbert McClosky mengatakan bahwa : Partisipasi politik adalah kegiatan-kegiatan sukarela dari warga masyarakat melalui mana mereka mengambil bagian dalam proses pemilihan penguasa dan secara langsung atau tidak langsung dalam proses pembentukan kebijakan umum.
Secara umum dalam masyarakat tradisional yang sifat kepemimpinan politiknya lebih ditentukan oleh segolongan elit penguasa, keterlibatan warga negara dalam ikut serta mempengaruhi pengambilan keputusan, dan mempengaruhi kehidupan bangsa relatif kecil.
Di negara-negara yang proses modernisasinya secara umum telah berjalan dengan baik, biasanya tingkat partisipasi warga negara juga meningkat. Dapat dikatakan bahwa modernisasi menghasilkan partisipasi yang meluas.
Partisipasi perempuan Indonesia dalam politik, bukanlah merupakan hal yang baru lagi. Perempuan telah turut serta secara aktif dalam pergerakan kebangsaan bahkan sebelum datangnya masa kolonialisme.
Salah satu implementasi nyata bagi perempuan Indonesia dalam bidang politik adalah pemilu 1955 dimana perempuan yang memenuhi persyaratan untuk dipilih dan memilih telah ikut serta dalam kegiatan politik yang sangat berarti itu.
Sejak saat itu partisipasi perempuan dalam berbagai lembaga pemerintahan dari yang rendah sampai yang tinggi serta berkecimpungnya mereka dalam berbagai organisasi kemasyarakatan dan politik tidak lagi merupakan hal yang aneh (Isbodroini, 1993).
2.2 Keterwakilan Perempuan dalam Lembaga Legislatif
Salah satu wujud nyata dari tumbuhnya kesadaran kekuatan politik perempuan ditandai dengan keterlibatan secara aktif perempuan dalam proses-proses politik. Proses-proses politik tersebut dapat ditempuh melalui keterwakilan perempuan dalam politik.
Semaraknya semangat berpolitik menjelang Pemilu 2009, yang sebentar lagi akan terlaksana mengundang semua pihak untuk turut aktif didalamnya. Tak terkecuali perempuan yang selama ini masih senantiasa terkekang dalam budaya patriarki yang melekat dalam budaya Indonesia.
Keterwakilan perempuan dalam politik secara nyata tidak saja didasarkan pada keikutsertaannya dalam pengambilan keputusan, tetapi juga kontribusinya untuk memperjuangkan hak-hak kaum perempuan. Keterwakilan perempuan dalam politik didasarkan pada UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD dan DPRD serta UU No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik yang berisi mandat kepada parpol untuk memenuhi kuota 30% bagi perempuan dalam politik, terutama di lembaga perwakilan rakyat.
B. FAKTOR PENGHALANG DAN PENDORONG KETERWAKILAN PEREMPUAN DALAM LEGISLATIF
3.1 Faktor Penghalang Keterwakilan Perempuan dalam Lembaga Legislatif
Minimnya keterwakilan perempuan di dalam lembaga-lembaga pengambilan keputusan di Indonesia menjadi persoalan ketika transisi menuju demokrasi menuntut kesetaraan dan keadilan perempuan. Kondisi sosiokultur bangsa yang pekat dengan budaya patriarki menjadi salah satu faktor penghalang untuk aktualisasi perempuan sebagai pengambil kebijakan pembangunan bangsa ini.
Budaya patriarki menggambarkan tingginya dominasi laki-laki yang tidak memberikan kesampatan pada perempuan. Budaya ini menganggap perempuan lemah dan lebih memposisikan perempuan sebagai ibu rumah tangga. Dengan kondisi seperti ini, maka kemampuan finansial kaum perempuan juga menjadi terbatas. Padahal keterwakilan perempuan dalam legislatif diyakini mampu mengubah dunia politik yang sarat konflik menjadi lebih damai.
Faktor lain yang menjadi penghalang keterwakilan perempuan adalah adanya subordinasi gender.Subordinasi terhadap perempuan barmakna bahwa perempuan tidak memiliki peluang untuk mengambil keputusan bahkan yang menyangkut dirinya. Perempuan diharuskan tunduk pada keputusan yang diambil oleh laki-laki. Sehingga ruang gerak mereka menjadi sangat konvensional dan seringkali dipandang tidak layak menjadi politisi.
3.2 Faktor Pendorong Keterwakilan Perempuan dalam Legislatif
Sosialisasi politik memegang peranan penting terhadap partisipasi perempuan dalam politik. Michael Rush dan Philip Althoff :
“ Sosialisasi politik adalah suatu proses bagaimana memperkenalkan sistem politik pada seseorang. Tidak hanya memperkenalkan saja tetapi juga bagaimana orang tersebut menentukan tanggapan serta reaksi-reaksinya terhadap gejala-gejala politik yang ada “.
Secara umum, sosialisasi politik didefinisikan sebagai suatu proses tertanamnya nilai-nilai politik secara terus-menerus dan yang pada perkembangannya akan menciptakan orientasi politik seseorang yang akan mendasari tindak tanduk seseorang
Dalam sosialisasi politik terdapat beberapa agen yang berperan sentral dalam studi sosialisasi politik, seperti keluarga, sekolah dan kelompok. Hasil sosialisasi politik dari berbagai agen tersebut akan membentuk perilaku politik. Melalui sosialisasi politik, perempuan akan terdorong untuk melibatkan diri secara langsung dalam politik.
C. UPAYA PEMERINTAH DAN PERAN PARPOL TERHADAP KETERWAKILAN PEREMPUAN DALAM LEGISLATIF
4.1 Upaya Pemerintah Terhadap Keterwakilan Perempuan dalam Legislatif
Beberapa peraturan perundang-undangan pun telah disusun Salah satu upaya untuk meningkatkan peran perempuan sudah dilakukan dengan menerbitkan peraturan perundang-undangan yang dapat menjamin peningkatan keterwakilan perempuan di kursi DPR. Peraturan ini dirumuskan dalam Undang-undang Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik dan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang di dalamnya juga mengatur pemilu tahun 2009.
4.2 Partai Politik Sebagai Saluran Partisipasi Politik Perempuan
UU No. 2 Tahun 2008 memuat kebijakan yang mengharuskan partai politik menyertakan keterwakilan perempuan minimal 30% dalam pendirian maupun dalam kepengurusan di tingkat pusat. Angka ini didapat berdasarkan penelitian Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang menyatakan bahwa jumlah minimum 30 persen memungkinkan terjadinya suatu perubahan dan membawa dampak pada kualitas keputusan yang diambil dalam lembaga-lembaga publik.
Sebagai saluran aspirasi dan partisipasi politik, parpol secara serius dan berkelanjutan berperan dalam melakukan rekruitmen jabatan politik. Melalui rekruitmen jabatan politik, perempuan memiliki kesempatan yang sama dengan laki-laki untuk berpartisipasi dalam politik. Partai politik bertanggung jawab dalam menempatkan perempuan pada posisi dan tanggung jawab organisatoris yang signifikan, selain mempersiapkan dan menempatkan perempuan sebagai caleg yang setara dengan caleg laki-laki.
BAB III
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Keterwakilan perempuan secara aktif dalam legislatif, merupakan salah satu wujud nyata dari tumbuhnya keasadaran kekuatan politik perempuan. Keterlibatan perempuan secara nyata tidak saja didasarkan pada keikutsertaannya dalam pengambilan keputusan, tetapi juga kontribusinya untuk memperjuangkan hak-hak kaum perempuan.
Kondisi sosiokultur yang pekat dengan budaya patriarkinya menjadi salah satu faktor penghalang untuk aktualisasi perempuan sebagai pengambil kebijakan bangsa ini. Berbagai upaya pun dilakukan untuk mendorong keterwakilan perempuan dalam legislatif. Melalui UU Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik dan UU Nomor 10 Tahun 2008, keterwakilan perempuan menjadi syarat wajib bagi keikutsertaan parpol dalam pemilu. Dimana tiap parpol wajib memenuhi kuota 30% perempuan dalam politik.
Peran parpol sendiri terhadap keterwakilan perempuan dalam diwujudkan melalui rekruitmen jabatan politik, dimana perempuan memiliki kesempatan yang sama dengan laki-laki untuk ikut serta berpartisipasi dalam politik.
5.2 Saran
Pemerintah sebagai pemegang kekuasaan harus mengoptimalkan kinerjanya dalam mendorong perempuan untuk turut aktif dalam legislatif.Parpol sebagai penyerap aspirasi politik harus menjalankan ketetapan pemerintah sebagaimana terdapat dalam UU Nomor 2 Tahun 2008 dan UU Nomor 10 Tahun 2008, mengenai keterwakilan 30% kaum perempuan dalam politik. Perempuan harus berani dan memiliki kesadaran politik untuk tidak tabu berperan dan aktualisasi diri dalam politik.
DAFTAR PUSTAKA
Budiarjo, Miriam 1981, Partisipasi dan Partai Politik, PT Gramedia: Jakarta.
Sastroatmodjo, Sudijono 1995, Perilaku Politik, IKIP Semarang Press: Semarang.
https://guruppkn.com/pengertian-sosialisasi-politik-menurut-para-ahli
https://tirto.id/kuota-30-perempuan-di-parlemen-belum-pernah-tercapai-cv8q
Komentar
Posting Komentar