"Sikat Perusahaan Tambang Nakal!!!"
Karya : Jaswandi
"Sikat Perusahaan Tambang Nakal!!!"
Indonesia kaya dengan sumber daya alam, khususnya bahan tambang. Saat ini, Indonesia, menurut Survei Geologi Amerika Serikat (USGS) menduduki peringkat ke-6 sebagai negara yang kaya akan sumber daya tambang. Selain itu, dari potensi bahan galiannya untuk batubara, Indonesia menduduki peringkat ke-3 untuk ekspor batubara, peringkat ke-2 untuk produksi timah, peringkat ke-2 untuk produksi tembaga, peringkat ke-6 untuk produksi emas.
Kondisi excellent tectonic dan geologi itulah yang membawa Indonesia menjadi satu di antara produsen terbesar emas, tembaga, nikel, dan timah. Sebagai catatan, Indonesia memberikan sumbangsih cadangan emas terbesar di kawasan South East Asia, yaitu sebesar 39% (sekitar 168 Moz /5.215 tonnes). Dengan profil yang demikian, Indonesia menjadi negara yang sangat menjanjikan bagi kalangan pelaku industri pertambangan untuk bisa berinvestasi di Indonesia.
Aktivitas para penambang dalam menjaga kelestarian lingkungan tak sesuai harapan, akibatnya kerusakan lingkungan di Sulawesi Tenggara parah akibat cara-cara penambang yang tidak profesional. Menurut penjelasanan Kabid Ponologi Dinas Kehutanan Sultra, Sahid melalui rilisnya, menyebutkan akibat penambangan tidak profesional, berdampak sekitar 80,91 ribu hektare hutan di Sultra rusak akibat aktivitas pertambangan (dialihfungsikan) dari jumlah kawasan hutan Sultra yang tersisa 2,6 juta hektare. Kerusakan hutan tersebut, disebabkan karena perusahaan tambang tidak melakukan SOP pertambangan secara optimal, termasuk melakukan rehabilitasi dan reboisasi terhadap lahan yang telah mereka keruk.
Kita yang punya sumber daya alamnya, jadi sepantasnya mereka mengikuti peraturan dan perundang-undangan yang berlaku di Republik Indonesia dan bukan sebaliknya perusahaan yang mengancam kita. Mengacu pada Peraturan Menteri (Permen) Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 7 Tahun 2014 tentang Reklamasi dan Pascatambang, penempatan Jamrek dan Jaminan Pascatambang merupakan prasyarat wajib yang harus dipenuhi sejak awal, baik IUP yang berstatus eksplorasi maupun IUP yang telah memasuki fase operasi produksi. Persoalan ini menunjukkan tata kelola pertambangan Indonesia masih dibayangi masalah yang serius. Beroperasinya IUP yang tidak menempatkan jamrek dan jaminan pascatambang adalah bukti nyata dari sistem pengawasan yang tidak berjalan dengan baik.
sejak 2015 hingga 2017, Direktur Jenderal (Dirjen) Mineral danBatubara (Minerba) telahmemberikan 3 kali surat peringatan. Bahkan, pada bulan Juni tahun 2017 Dirjen Minerba telah menerbitkan Surat Edaran (SE) nomor 1187/30/DJB/2017 perihal Sanksi Penghentian Sementara, untuk meningkatkan kepatuhan pelaku usaha pertambangan, namun upaya ini tidak cukup efektif. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bisa mencabut izin usaha pertambangan (IUP) bagi perusahaan tambang yang melanggar ketentuan administratif, ketentuan wilayah, ketentuan teknis, dan ketentuan finansial.
Pencabutan IUP dapat dilakukan oleh Menteri ESDM melalui Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) setelah teguran tertulis dan sanksi penghentian sementara kegiatan usaha tidak diindahkan oleh perusahaan.
Ketentuan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 43 Tahun 2015 tentang Tata Cara Evaluasi Penerbitan Izin Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, yang terbit pada 30 Desember 2015. Dari aspek administratif, evaluasi IUP akan menyoroti beberapa hal, mulai dari masa berlaku IUP, kebijakan pencadangan wilayah, perubahan status dari kuasa pertambangan (KP) eksplorasi menjadi KP ekspliotasi, jumlah kepemilikan izin dan periode penerbitan izin. Kemudian untuk aspek teknis, penekanannya lebih pada laporan eksplorasi dan studi kelayakan operasi produksi.
Terakhir adalah aspek finansial, di mana perusahaan pemegang IUP wajib melaporkan bukti pelunasan iuran tetap dan iuran produksi (royalti) sampai dengan tahun terakhir penyampaian laporan. Menurut saya,Berdasarkan hasil penelaahan kesesuaian IUP dengan seluruh aspek tersebut, maka Menteri ESDM bisa mengeluarkan izin perpanjangan atau mencabut IUP.
Selain itu, Kementerian ESDM dan Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri) harus melakukan pengawasan dan memastikan Pemerintah Daerah (Pemda) benar-benar mencabut IUP yang tidak menempatkan jamrek dan pascatambang serta menyiapkan sanksi bagi Kepala Daerah yang tidak menjalankannya. Di Samarinda misalnya, 32 IUP meninggalkan 232 lubang tambang menganga tanpa dilakukan reklamasi. Sepanjang 2012 hingga 2017, tercatat 28 nyawa anak yang terenggut di lubang tambang yang dimiliki oleh 17 IUP di Kalimantan Timur.
Saya menilai penegakan hukum tidak terjadi karena pemerintah seolah tidak bernyali untuk menagih janji reklamasi dan pascatambang. "Apa makna pembinaan terhadap IUP? Kini yang terjadi justru pembiaran terhadap kejahatan lingkungan?". Pemerintah juga harus memberlakukan sekaligus mengumumkan black-list kepada korporasi pelaku kejahatan pertambangan termasuk pemilik sesungguhnya (beneficial ownership) serta memastikan perusahaan maupun pemiliknya tidak mendapatkan layanan publik,".
"Sikat Perusahaan Tambang Nakal!!!"
Indonesia kaya dengan sumber daya alam, khususnya bahan tambang. Saat ini, Indonesia, menurut Survei Geologi Amerika Serikat (USGS) menduduki peringkat ke-6 sebagai negara yang kaya akan sumber daya tambang. Selain itu, dari potensi bahan galiannya untuk batubara, Indonesia menduduki peringkat ke-3 untuk ekspor batubara, peringkat ke-2 untuk produksi timah, peringkat ke-2 untuk produksi tembaga, peringkat ke-6 untuk produksi emas.
Kondisi excellent tectonic dan geologi itulah yang membawa Indonesia menjadi satu di antara produsen terbesar emas, tembaga, nikel, dan timah. Sebagai catatan, Indonesia memberikan sumbangsih cadangan emas terbesar di kawasan South East Asia, yaitu sebesar 39% (sekitar 168 Moz /5.215 tonnes). Dengan profil yang demikian, Indonesia menjadi negara yang sangat menjanjikan bagi kalangan pelaku industri pertambangan untuk bisa berinvestasi di Indonesia.
Aktivitas para penambang dalam menjaga kelestarian lingkungan tak sesuai harapan, akibatnya kerusakan lingkungan di Sulawesi Tenggara parah akibat cara-cara penambang yang tidak profesional. Menurut penjelasanan Kabid Ponologi Dinas Kehutanan Sultra, Sahid melalui rilisnya, menyebutkan akibat penambangan tidak profesional, berdampak sekitar 80,91 ribu hektare hutan di Sultra rusak akibat aktivitas pertambangan (dialihfungsikan) dari jumlah kawasan hutan Sultra yang tersisa 2,6 juta hektare. Kerusakan hutan tersebut, disebabkan karena perusahaan tambang tidak melakukan SOP pertambangan secara optimal, termasuk melakukan rehabilitasi dan reboisasi terhadap lahan yang telah mereka keruk.
Kita yang punya sumber daya alamnya, jadi sepantasnya mereka mengikuti peraturan dan perundang-undangan yang berlaku di Republik Indonesia dan bukan sebaliknya perusahaan yang mengancam kita. Mengacu pada Peraturan Menteri (Permen) Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 7 Tahun 2014 tentang Reklamasi dan Pascatambang, penempatan Jamrek dan Jaminan Pascatambang merupakan prasyarat wajib yang harus dipenuhi sejak awal, baik IUP yang berstatus eksplorasi maupun IUP yang telah memasuki fase operasi produksi. Persoalan ini menunjukkan tata kelola pertambangan Indonesia masih dibayangi masalah yang serius. Beroperasinya IUP yang tidak menempatkan jamrek dan jaminan pascatambang adalah bukti nyata dari sistem pengawasan yang tidak berjalan dengan baik.
sejak 2015 hingga 2017, Direktur Jenderal (Dirjen) Mineral danBatubara (Minerba) telahmemberikan 3 kali surat peringatan. Bahkan, pada bulan Juni tahun 2017 Dirjen Minerba telah menerbitkan Surat Edaran (SE) nomor 1187/30/DJB/2017 perihal Sanksi Penghentian Sementara, untuk meningkatkan kepatuhan pelaku usaha pertambangan, namun upaya ini tidak cukup efektif. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bisa mencabut izin usaha pertambangan (IUP) bagi perusahaan tambang yang melanggar ketentuan administratif, ketentuan wilayah, ketentuan teknis, dan ketentuan finansial.
Pencabutan IUP dapat dilakukan oleh Menteri ESDM melalui Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) setelah teguran tertulis dan sanksi penghentian sementara kegiatan usaha tidak diindahkan oleh perusahaan.
Ketentuan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 43 Tahun 2015 tentang Tata Cara Evaluasi Penerbitan Izin Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, yang terbit pada 30 Desember 2015. Dari aspek administratif, evaluasi IUP akan menyoroti beberapa hal, mulai dari masa berlaku IUP, kebijakan pencadangan wilayah, perubahan status dari kuasa pertambangan (KP) eksplorasi menjadi KP ekspliotasi, jumlah kepemilikan izin dan periode penerbitan izin. Kemudian untuk aspek teknis, penekanannya lebih pada laporan eksplorasi dan studi kelayakan operasi produksi.
Terakhir adalah aspek finansial, di mana perusahaan pemegang IUP wajib melaporkan bukti pelunasan iuran tetap dan iuran produksi (royalti) sampai dengan tahun terakhir penyampaian laporan. Menurut saya,Berdasarkan hasil penelaahan kesesuaian IUP dengan seluruh aspek tersebut, maka Menteri ESDM bisa mengeluarkan izin perpanjangan atau mencabut IUP.
Selain itu, Kementerian ESDM dan Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri) harus melakukan pengawasan dan memastikan Pemerintah Daerah (Pemda) benar-benar mencabut IUP yang tidak menempatkan jamrek dan pascatambang serta menyiapkan sanksi bagi Kepala Daerah yang tidak menjalankannya. Di Samarinda misalnya, 32 IUP meninggalkan 232 lubang tambang menganga tanpa dilakukan reklamasi. Sepanjang 2012 hingga 2017, tercatat 28 nyawa anak yang terenggut di lubang tambang yang dimiliki oleh 17 IUP di Kalimantan Timur.
Saya menilai penegakan hukum tidak terjadi karena pemerintah seolah tidak bernyali untuk menagih janji reklamasi dan pascatambang. "Apa makna pembinaan terhadap IUP? Kini yang terjadi justru pembiaran terhadap kejahatan lingkungan?". Pemerintah juga harus memberlakukan sekaligus mengumumkan black-list kepada korporasi pelaku kejahatan pertambangan termasuk pemilik sesungguhnya (beneficial ownership) serta memastikan perusahaan maupun pemiliknya tidak mendapatkan layanan publik,".
Komentar
Posting Komentar