Pengaruh Pengajuan Calon Legislatif Bekas Terpidana Korupsi terhadap Tingkat Kepercayaan Masyarakat


Pengaruh Pengajuan Calon Legislatif  Bekas Terpidana  Korupsi terhadap Tingkat Kepercayaan Masyarakat
Dibuat untuk mengikuti Lomba Internal Karya Tulis Ilmiah

Disusun oleh :
Kelompok 7
Dendy (NIM 1710211610040)
Muhammad Angga Refnaldi (NIM 1810211610037)
Riska Muliani (NIM 1810211220025)

KEMENTRIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS HUKUM
LEMBAGA PENGKAJIAN PENALARAN DAN DISKUSI HUKUM
BANJARMASIN
2018


ABSTRAK
Muliani, Riska, dkk. 2018. Pengaruh Pengajuan Calon Legislatif Bekas Terpidana Korupsi terhadap Tingkat Kepercayaan Masyarakat. Lembaga Pengkajian Penalaran dan Diskusi Hukum Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat.
Kata Kunci: legislatif, terpidana, korupsi, pemerintah, aparatur
Legislatif adalah sebuah lembaga atau dewan yang memiliki tugas membuat/merumuskan undang-undang yang dibutuhkan oleh sebuah negara. Terpidana adalah seseorang yang dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Korupsi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara (perusahaan dan sebagainya) untuk keuntungan pribadi atau orang lain. Pemerintah adalah organisasi yang memiliki kekuasaan untuk membuat dan menerapkan hukum serta undang-undang di wilayah tertentu.  Aparatur adalah segala aspek administrasi yang dibutuhkan dalam penyelenggaraan negara atau pemerintahan sebagai alat untuk mencapai tujuan suatu organisasi.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pengertian korupsi, menjelaskan dasar hukumnya, mendeskripsikan pengaruh korupsi terhadap tingkat kepercayaan masyarakat kepada pemerintah dan mendeskripsikan tanggapan masyarakat terhadap pengajuan calon legislatif bekas terpidana korupsi.





KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua, sehingga kami dapat menyusun karya tulis ilmiah yang berjudul Pengaruh Pengajuan Calon Legislatif Bekas Terpidana Korupsi Terhadap Tingkat Kepercayaan Masyarakat dengan baik.
Dalam penyusunan karya tulis ini, kami menyadari tidak dapat bekerja seorang diri melainkan bekerja sama dengan berbagai pihak. Maka atas terselesaikannya karya tulis ini, kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
Yusuf Hanafi selaku pembimbing
Teman-teman Lembaga Pengkajian Penalaran dan Diskusi Hukum
Keluarga tercinta
Kami menyadari bahwa karya tulis ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan karya tulis ini.










DAFTAR ISI
Abstrak …………………………………………………………………………………………….i
Kata Pengantar…………………………………………………………………………………….ii
Daftar Isi …………………………………………………………………………………………iii
Bab I Pendahuluan………………………………………………………………………………...1
Bab II Pembahasan………………………………………………………………………………..4
Bab III Penutup……..……………………………………………………………………………12
Daftar Pustaka …………………………………………………………………………………...13
Lampiran..………………………………………………………………………………..............14





BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia adalah negara demokrasi yang menjunjung tinggi keadilan serta kesejahteraannya rakyatnya. Setiap elemen yang ada didalamnya harus bernafaskan Pancasila dan harus mementingkan kepentingan rakyat diatas segalanya. Hal ini sejalan dengan tujuan dan cita cita bangsa yang tertuang dalam Pembukaan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Untuk memajukan bangsa dan negara diperlukan aspek aspek yang menjembatani proses tersebut. Salah satu aspek yang penting dalam mewujudkan kesejahteraan bangsa adalah sumber daya manusia itu sendiri. Kualitas sumber daya manusia di negara tersebut mempengaruhi tingkat kesejahteraan warga negaranya. Kualitas tersebut bukan hanya berasal dari segi intelektual maupun pengetahuan, namun juga menyangkut segi moral dan karakter. Salah satu bagian yang membutuhkan kualitas baik dari sumber daya manusia adalah bagian aparatur penyelenggara negara. Rapuhnya moral dan rendahnya tingkat kejujuran dari aparatur penyelenggara negara dapat merugikan keseluruhan bangsa beserta isinya. Aparatur penyelenggara tanpa moral yang kokoh dan kejujuran akan sangat mudah digoda untuk melakukan korupsi, yaitu salah satu perbuatan paling merugikan bagi masyarakat. Di Indonesia, kasus korupsi sepertinya sudah menjadi berita paling laris di media manapun. Bahkan berdasarkan data dari Indonesia Corruption Watch (ICW), selama 2017 ada 576 kasus korupsi dengan kerugian negara mencapai Rp 6,5 triliun dan kasus suap senilai Rp 211 miliar, serta jumlah tersangka mencapai 1.298 orang. Tanpa pencegahan dari pemerintah dan pengawasan dari masyarakat, kasus korupsi akan terus bertambah setiap tahunnya seiring dengan kemajuan peradaban yang menuntut. Oleh karena itu, masyarakat harus berpartisipasi penuh dalam pengawasan kinerja aparatur penyelenggara negara yang rentan terkena korupsi.

Rumusan Masalah
Apa yang dimaksud dengan korupsi dan apa dasar hukum yang mengatur tentang hal tersebut?
Bagaimana pengaruh korupsi terhadap tingkat kepercayaan masyarakat kepada pemerintah?
Bagaimana tanggapan masyarakat terhadap pengajuan calon legislatif bekas terpidana korupsi?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1  Untuk mendeskripsikan pengertian korupsi dan menjelaskan dasar hukum yang mengatur tentang hal tersebut?
1.3.2 Untuk mendeskripsikan pengaruh korupsi terhadap tingkat kepercayaan masyarakat kepada pemerintah
1.3.3 Untuk mendeskripsikan tanggapan masyarakat terhadap pengajuan calon legislatif bekas terpidana korupsi
1.4 Manfaat Penulisan
Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
1.4.1 Bagi Penulis
Karya tulis ini dapat menjadi jawaban dari masalah yang dirumuskan. Selain itu, dengan selesainya karya tulis ini diharapkan dapat menjadi motivasi bagi penulis untuk semakin aktif menyumbangkan hasil karya tulis ilmiahnya kepada pihak yang berkompeten.


1.4.3 Bagi Pembaca
Karya tulis ilmiah ini bagi pembaca diharapkan dapat memberikan pengetahuan umum tentang pengaruh korupsi terhadap tingkat kepercayaan masyarakat kepada aparatur penyelenggara negara.

















BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Korupsi dan Dasar Hukum yang Mengaturnya
Pengertian korupsi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara (perusahaan dan sebagainya) untuk keuntungan pribadi atau orang lain. Menurut The Lexicon Webster Dictionary, korupsi adalah kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian, kata-kata atau ucapan yang menghina atau memfitnah. Menurut Wikipedia, korupsi atau rasuah (bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok) adalah tindakan pejabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri, serta pihak lain yang terlibat dalam tindakan itu yang secara tidak wajar dan tidak legal menyalahgunakan kepercayaan publik yang dikuasakan kepada mereka untuk mendapatkan keuntungan sepihak. Sedangkan pengertian korupsi menurut Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 adalah tindakan melawan hukum dengan maksud memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korupsi yang berakibat merugikan negara atau perekonomian negara.
Sejauh ini, dasar hukum yang berkaitan dengan korupsi, antara lain :
2.1.1 Ketetapan MPR RI Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme
Substansi dan Perkembangan Ketetapan :
Ketetapan ini mengamanatkan agar para penyelenggara negara mampu menjalankan fungsi dan tugasnya secara sungguh-sungguh dan penuh tanggung jawab agar reformasi pembangunan berdaya guna dan berhasil guna dan menghindarkan terjadinya praktek-praktek KKN dalam penyelenggara negara.
Upaya pemberantasan KKN harus dilaksanakan secara tegas terhadap siapapun juga, baik pejabat maupun mantan pejabat negara, keluarga dan kroninya, swasta dan konglomerat dengan tetap memperhatikan prinsip praduga tak bersalah dan HAM.
Penyelenggara negara pada lembaga-lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif baik di pusat maupun didaerah belum sungguh-sungguh melaksanakan fungsi dan tugasnya dengan baik. Karena dalam menjalankan fungsi dna tugasnya tersebut penyelenggara negara belum sepenuhnya jujur, adil, terbuka dan terpercaya serta mampu membebaskan diri dari praktek korupsi, kolusi dan nepotisme.
2.1.2 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme
Didalam undang-undang ini dijelaskan lebih lanjut tentang siapa saja yang disebut dengan aparatur penyelenggara negara seperti tertera dalam Pasal 1 ayat 1 Bab I Ketentuan Umum Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, yaitu Penyelenggara Negara adalah Pejabat Negara yang menjalankan fungsi eksekutif, legislatif, atau yudikatif, dan pejabat lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selain itu terdapat juga asas-asas umum penyelenggara negara sampai hak dan kewajiban yang harus dipenuhi aparatur penyelenggara negara.
2.1.3 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 68 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dalam Penyelenggaraan Negara
Peraturan pemerintah ini membahas tata cara pelaksanaan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan negara. Peraturan pemerintah ini dimaksudkan untuk membuat masyarakat memiliki peran aktif untuk ikut serta mewujudkan penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari KKN, yang dilakukan dengan menaati norma hukum, moral, dan sosial yang berlaku dalam masyarakat. Ada beberapa bentuk peran serta masyarakat yang mungkin dilakukan, yaitu mencari, memperoleh, dan memberi informasi mengenai penyelenggaraan negara, memperoleh pelayanan yang sama dan adil, menyampaikan saran dan pendapat. terhadap penyelenggaraan negara, dan memperoleh perlindungan hukum dalam pelaksanaannya.
2.2 Pengaruh Korupsi terhadap Tingkat Kepercayaan Masyarakat kepada Pemerintah
Beberapa lembaga survei diketahui telah melakukan berbagai survei terkait dengan korupsi dan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah, seperti :

2.2.1 Survei Tingkat Kepercayaan Masyarakat terhadap Pemerintah





Laporan terbaru Organization for Economic Cooperation and Development (OECD), mencatat tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah Indonesia pada 2016 sebesar 80%, melesat dibanding tahun 2007 yang hanya 28%. Dalam laporan yang dirilis 13 Juli 2017, OECD merangkum berbagai indikator pencapaian sektor publik dari negara-negara yang tergabung dalam OECD serta beberapa negara lain, termasuk Indonesia. OECD menggunakan hasil survei yang dilakukan oleh salah satu lembaga survei internasional yang berbasis di Amerika Serikat yaitu Gallup World Poll (GWP). GWP mengukur tingkat kepercayaan dengan mengambil sampel 1000 responden di negara tersebut dan memberi pertanyaan tunggal apakah responden tersebut memiliki kepercayaan terhadap pemerintahnya atau tidak.
Tingkat kepercayaan terhadap pemerintah dipengaruhi oleh apakah masyarakat menganggap pemerintah dapat diandalkan, cepat tanggap dan adil serta mampu melindungi masyarakat dari risiko-risiko dan memberikan pelayanan publik secara efektif. Ini merupakan pertanda bahwa pemerintah telah bekerja dengan baik yang diikuti oleh apresiasi masyarakat Indonesia yang menaruh kepercayaan terhadap pemerintahannya.
2.2.2 Survei Tingkat Kepercayaan Masyarakat terhadap Lembaga Negara






Lingkaran Survei Indonesia (LSI) mengungkapkan bahwa kepercayaan masyarakat kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) masih menjadi yang terendah diantara lembaga negara lainnya. Hal itu terungkap dalam survei teranyar yang dilakukan oleh LSI pada 18 Juni – 5 Juli 2018. Jumlah responden survei mencapai 1.200 orang diseluruh Indonesia. Berdasarkan survei LSI, hanya 65% responden yang percaya kepada DPR, sementara 25,5% tidak percaya dan 9,5% tidak menjawab. Ada korelasi antara kepercayaan DPR dengan partai politik yang juga kerap dinilai sebagai organisasi yang tingkat kepercayaannya rendah.


2.2.2 Survei Tingkat Korupsi Lembaga Negara menurut Publik








Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) kembali dinilai menjadi lembaga yang paling korup oleh publik. Setidaknya itu yang tertuang dari hasil survei yang dirilis oleh Transparency International Indonesia (TII). Dari data Global Corruption Barometer (GCB) 2017 versi Indonesia yang diterbitkan TII, ada 54 persen responden yang menilai lembaga yang mewakili rakyat itu sebagai lembaga terkorup. Survei GCB 2017 versi Indonesia dilakukan dengan mewawancarai 1.000 responden usia 18 tahun ke atas yang tersebar di 31 provinsi. Wawancara responden dilakukan dengan tatap muka atau melalui jaringan telepon. Para responden diberikan pertanyaan berdasarkan 5 indikator yakni masyarakat melawan korupsi, tingkat korupsi, kinerja pemerintah, suap layanan publik dan korupsi di lembaga negara.
Hasilnya, DPR menjadi lembaga yang berada di puncak yang disebut kerap melakukan praktik korupsi. Di peringkat bawahnya terdapat birokrasi, DPRD, Dirjen Pajak dan kepolisian. Temuan ini cukup menarik mengingat biasanya publik beranggapan justru Polri menjadi institusi yang paling korup. Penilaian publik bahwa DPR adalah lembaga terkorup didukung dengan fakta sejak tahun 2004 hingga 2013, terdapat 74 anggota DPR yang tersangkut kasus korupsi. Sementara, untuk anggota DPRD Provinsi yang terjerat kasus korupsi sebanyak 2.545 orang dan 431 anggota DPRD Kabupaten/Kota tersangkut praktik serupa. Data itu diolah TII dari Kementerian Dalam Negeri dan KPK. Dalam pemaparan TII juga terungkap sebanyak 64 persen responden menilai tingkat korupsi di Indonesia naik dalam 12 bulan terakhir.
2.3 Tanggapan Masyarakat terhadap Pencalonan Legislatif Bekas Terpidana Korupsi
Mahkamah Agung (MA) telah memutus uji materi pasal 4 ayat 3 Peraturan KPU (PKPU) Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi, Kabupaten dan Kota, serta uji materi Pasal 60 huruf j PKPU Nomor 26 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua atas PKPU Nomor 14 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota DPD. Dalam putusannya, MA menyatakan bahwa larangan mantan narapidana kasus korupsi menjadi caleg bertentangan dengan Undang-Undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017. Putusan tersebut berakibat pada berubahnya status Tidak Memenuhi Syarat (TMS) bakal caleg napi korupsi menjadi Memenuhi Syarat (MS). Artinya, mantan napi korupsi diperbolehkan untuk maju sebagai calon wakil rakyat. Hal inilah yang justru memicu polemik diantara masyarakat.
Lembaga survei Y-Publica mencatat mayoritas responden menolak keras pengajuan calon legislatif atau caleg yang pernah terlibat kasus korupsi atau mantan napi korupsi. Responden menilai tindakan tersebut tak pantas. Berdasarkan survei yang dilakukan Y-Publica, sebanyak 30,4% responden menganggap pengajuan caleg koruptor sebagai tindakan tak etis. Sebanyak 23,7% diantaranya menilai tindakan itu tidak mendidik. Sebanyak 28,1% menuding partai tersebut tidak mempunyai komitmen terhadap pemberantasan. Survei juga mencatat hanya 6,3% responden yang bisa menerima caleg koruptor. Dengan catatan, para calon wakil rakyat itu sudah jera dan telah berubah. Pilihan ini berkaitan dengan pertimbangan responden memilih partai politik. Sebanyak 30,4% menjadikan faktor bersih atau anti korupsi sebagai pertimbangan utama dalam memilih partai politik. Faktor lain yang mempengaruhi adalah tokoh partai, yaitu sebesar 23,4%. Sisanya adalah berpihak kepada rakyat sebanyak 20,1%, rekam jejak partai 15,7% dan lainnya 10,4%.
Survei Y-Publica ini dilakukan menggunakan metode kuantitatif dengan 1.200 responden yang dipilih secara acak bertingkat (multistage random sampling). Mereka mewakili 120 desa dari 34 provinsi di Indonesia. Survei tersebut dilakukan dengan wawancara tatap muka dengan responden terpilih dengan menggunakan kuisioner. Pengambilan data dilakukan pada 13-23 Agustus 2018. Margin of error survei ini sebesar 2,98 persen dengan tingkat kepercayaan 95 persen.
Berdasarkan paparan survei diatas dapat disimpulkan bahwa masyarakat merespons negatif terkait keputusan Mahkamah Agung (MA) yang memperbolehkan mantan napi korupsi untuk maju sebagai calon wakil rakyat. Beberapa dari responden meminta Mahkamah Agung untuk mengkaji kembali hasil putusannya.


BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah dipaparkan, dapat disimpulkan bahwa pengajuan calon legislatif bekas terpidana korupsi berpengaruh besar terhadap tingkat kepercayaan masyarakat kepada pemerintah. Hal tersebut dapat terlihat dari beberapa survei yang telah dikemukakan oleh lembaga maupun kelompok survei tertentu. Mayoritas responden dalam hal ini adalah masyarakat, menolak keras pengajuan calon legislatif atau caleg yang pernah terlibat kasus korupsi atau mantan napi korupsi. Masyarakat juga memberikan respon negatif terkait keputusan Mahkamah Agung (MA) yang memperbolehkan mantan napi korupsi untuk maju sebagai calon wakil rakyat dan meminta Mahkamah Agung untuk meninjau kembali hasil putusan tentang uji materi pasal 4 ayat 3 Peraturan KPU (PKPU) Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi, Kabupaten dan Kota, serta uji materi Pasal 60 huruf j PKPU Nomor 26 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua atas PKPU Nomor 14 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota DPD.
Saran
Saran yang dapat diberikan yaitu, agar lembaga legislatif dan partai politik melakukan upaya lebih untuk mencegah korupsi politik, pemberian akses dan jaminan yang diberikan bagi pelapor/saksi/korban kasus korupsi terus ditingkatkan, serta berharap masyarakat semakin berani untuk melakukan berbagai cara demi menghancurkan praktik korupsi di Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA
Cahyono, Ma’ruf. 2016. Panduan Pemasyarakatan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia edisi revisi. Jakarta: Sekretariat Jenderal MPR RI.
http://www.tribunnews.com/nasional/2018/09/17/icw-sebut-angka-kasus-korupsi-di-era-pemerintahan-jokowi-tetap-tinggi
https://kbbi.web.id/korupsi
https://www.zonareferensi.com/pengertian-korupsi/
https://id.wikipedia.org/wiki/Korupsi
https://jdih.kemenkeu.go.id/fullText/1999/28TAHUN1999UU.htm
https://www.bbc.com/indonesia/amp /indonesia-40667740
https://nasional.kompas.com/read/2018/07/31/17242921/survei-lsi-dpr-lembaga-negara-dengan-tingkat-kepercayaan-terendah
https://www.rappler.com/indonesia/berita/163647-hasil-survei-transparency-international-indonesia-dpr-lembaga-terkorup
https://megapolitan.kompas.com/read/2018/09/21/19011531/mantan-napi-korupsi-boleh-jadi-caleg-apa-tanggapan-warga







Lampiran
DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENULIS
Nama : Dendy
NIM : 1710211610040
Tempat Tanggal Lahir : Banjarmasin, 17 April 1999
Alamat : Jln. Belitung Darat Gg. KH. Mustafal Bakri
Telepon : -
Email : dendyaremania@gmail.com
Fakultas/Jurusan : Fakultas Hukum/Jurusan Ilmu Hukum
Semester/Angkatan : -
Nama Akun Media Sosial : -









DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENULIS
Nama: Muhammad Angga Refnaldi
NIM: 1810211610037
Tempat Tanggal Lahir: Barabai, 2 Maret 2000
Alamat: Jln. Cendana 2C Kayutangi, Banjarmasin
Telepon: 081298203590
Email: m.anggarefnaldi@gmail.com
Fakultas/Jurusan: Fakultas Hukum/Jurusan Ilmu Hukum
Semester/Angkatan: Semester 1/Angkatan 2018
Nama Akun Media Sosial: anggarefnaldi (instagram)










DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENULIS
Nama: Riska Muliani
NIM: 1810211220025
Tempat Tanggal Lahir: Banjarmasin, 23 Maret 2001
Alamat: Jln. Belitung Darat Gg Karya V No 1 Rt/Rw 14/01, Banjarmasin
Telepon: 081347554014
Email: riskaani23@gmail.com
Fakultas/Jurusan : Fakultas Hukum/Jurusan Ilmu Hukum
Semester/Angkatan: Semester 1/Angkatan 2018
Nama Akun Media Sosial: rskamuliani (instagram)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Penggunaan Sistem Electronic Voting dalam Pemilu 2024

Revisi Aturan Masa Tenang Sebelum Hari Pemungutan Suara untuk Mencegah Kampanye Bawah Tangan yang Mengganggu Independensi Pemilih

“Saya Hanya Mengikuti Perintah Atasan” Adalah Pembelaan Yang Dibenarkan Jika Bawahan Melakukan Kesalahan Dalam Militer