MENAKAR UNTUNG RUGI PEMILU LIMA KOTAK

KARYA TULIS ILMIAH

MENAKAR UNTUNG RUGI PEMILU LIMA KOTAK







Disusun oleh :
Muhammad Fajriansyah
Pratiwi Fitria Ningsih
Riska Yolanda Tauran




FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT                                                                                                    BANJARMASIN                                                                                                                                                                  2018


ABSTRAK
Pemilihan Umum atau biasa kita sebut dengan pemilu merupakan sebuah proses memilih seseorang untuk mengisi jabatan politik tertentu. Jabatan-jabatan tersebut beraneka ragam, mulai dari presiden, wakil rakyat di berbagai tingkat pemerintahan, sampai kepala desa
Salah satu cara agar pemilihan umum bisa berjalan dengan efektif dan efisien itulah, maka dikeluarkanlah  putusan Mahkamah Kostitusi yang menyelenggarakan pemilihan umum serentak. Baik itu presiden sebagai lembaga eksekutif maupun DPR, DPRD, DPD sebagai lembaga legislatif
Penyelenggaraan pemilu serentak dapat menghindarkan terjadinya negosiasi atau tawar-menawar politik yang bersifat taktis demi kepentingan sesaat tersebut. Sehingga, di masa mendatang dapat tercipta negosiasi dan koalisi strategis partai politik untuk kepentingan jangka panjang
Keputusan Mahkamah Konstitusi tentang pemilihan umum sebenarnya tidak akan membuat demorasi Indonesia semakin baik, karena pemilihan Legislatif dan juga Presiden yang serentak akan membuat ketegangan dan keramaian

Kata kunci : pemilu serentak, pro, kontra














BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pemilihan Umum atau biasa kita sebut dengan pemilu merupakan sebuah proses memilih seseorang untuk mengisi jabatan politik tertentu. Jabatan-jabatan tersebut beraneka ragam, mulai dari presiden, wakil rakyat di berbagai tingkat pemerintahan, sampai kepala desa.
Berdasarkan undang-undang nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, yang tertera di pasal 1 ayat 1 bahwa Pemilihan Umum yang selanjutnya disebut Pemilu adalah sarana kedaulatan rakyat untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden, dan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang dilaksanakan secara langsung, umum,bebas rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republuk Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Dari undang-undang tersebut jelas bahwa setiap warga negara berhak menyalurkan aspirasinya melalui pemilu dalam menentukan nasib bangsa maupun daerahnya untuk jangka waktu yang telah ditentukan. Bahwa diperlukan pemilu  sebagai perwujudan sistem ketatanegaraan yang demokratis dan berintegritas demi menjamin konsistensi dan kepastian hukum serta pemilihan umum yang efektif dan efisien.
Salah satu cara agar pemilihan umum bisa berjalan dengan efektif dan efisien itulah, maka dikeluarkanlah  putusan Mahkamah Kostitusi yang menyelenggarakan pemilihan umum serentak. Baik itu presiden sebagai lembaga eksekutif maupun DPR, DPRD, DPD sebagai lembaga legislatif.
 Namun putusan tersebut menuai pro kontra dari berbagai elit politik dan juga dari para pakar politik. Sebagian pihak mengatakan pemilu dinilai lebih efisien jika serentak, setiap warga negara dapat membuat peta dibenaknya tentang chek and balance versi pemilih. Sedangkan pendapat berbeda disampaikan oleh Ketua Bidang Studi Hukum Tata Negara FHUI, Fitra Arsil pelaksanaan pemilu serentak berpotensi menjadi masalah pilpres berlangsung dua putaran. Menurutnya, pilpres dua putaran akan membawa konsekuensi banyaknya pasangan capres-cawapres yang bertarung. Dampak lanjutannya adalah parlemen akan terfragmentasi cukup tinggi karena konfigurasi ini memberikan peluang kepada banyak partai untuk mendudukan calonnya di parlemen.
Dari putusan Mahkamah Konstitusi dan salah satu pendapat pro kontra tersebut maka kami membuat karya tulis ilmiah ini agar kita dapat memahami dan meneliti dengan cara apa sebaikanya pemilihan umum dilakukan guna mewujudkan reformasi pemilu dalam upaya menghadirkan pemilu berintegritas.



Rumusan Masalah

Dampak pemilu serentak 2019 ?
Pro kontra pemilu 2019 ?
Tindakan apa yang harus diambil  mengenai dilakukan pemilu serentak ?

Tujuan Penulisan

Bagi Penulis
Makalah ini disusun dalam rangka mengikuti lomba internal karya tulis ilmiah yang diselenggarakan tahunan oleh UKM LP2DH divisi penulisan. Lalu bagi penulis makalah ini juga bisa digunakan untuk menambanh pengetahuan, melatih berpikir kritis baik dalam belajar maupun dalam kehidupan.

Bagi Pembaca
Makalah ini dimaksudkan untuk membahas pro kontra pemilu serentak dan menambah ilmu pengetahuan mengenai apa itu pemilu. Pembaca juga bisa menggunakan makalah ini untuk langkah menuju pengetahuan yag lebih luas, sehingga kedepannya bisa menjadi pribadi yang kristis dan unggul.

Bagi Masyarakat
Afar masyarakat  bisa lebih memahami tentang arti pemilu dan pentingnya peran masyarakat dalam pemilu. Dan juga diharapkan agan realisasi kegiatan positif terhadap adanya pemilu semakin lebih baik.


















BAB II
PEMBAHASAN

Dampak Pemilu Serentak
Dampak positif  :
Berdasarkan penyelenggaraan pilpres 2004 dan 2009 yang dilakukan setelah Pemilihan legislatif, ditemukan fakta politik. Fakta tersebut adalah presiden terpaksa harus melakukan negosiasi dan tawar-menawar politik terlebih dahulu dengan partai politik, sebagai bagian dari konsekuensi logis dukungan demi terpilihannya sebagai presiden dan dukungan DPR dalam penyelenggaraan pemerintahan.  Hal itu akan sangat mempengaruhi jalannya roda pemerintahan di kemudian hari. Belum lagi negosiasi dan tawar-menawar tersebut pada kenyataannya lebih banyak bersifat taktis dan sesaat ketimbang bersifat strategis dan jangka panjang. Maka dari itu, presiden faktanya menjadi sangat bergantung  pada  partai politik yang menurut MK dapat mereduksi posisi presiden dalam menjalankan kekuasaan pemerintahan menurut sistem pemerintahan presidensial.
Dengan demikian, penyelenggaraan pemilu serentak juga dapat menghindarkan terjadinya negosiasi atau tawar-menawar politik yang bersifat taktis demi kepentingan sesaat tersebut. Sehingga, di masa mendatang dapat tercipta negosiasi dan koalisi strategis partai politik untuk kepentingan jangka panjang.

Dampak Negatif :.
Keputusan Mahkamah Konstitusi tentang pemilihan umum sebenarnya tidak akan membuat demorasi Indonesia semakin baik, karena pemilihan Legislatif dan juga Presiden yang serentak akan membuat ketegangan dan keramaian. Sistem ini akan membuat rakyat menjadi bingung memilih calon legislatif dan juga presiden yang terbaik. Sisi negatif lainnya yaitu akan semakin banyak partai yang dibentuk oleh tokoh-tokoh yang berambisi untuk menjadi presiden. Hal ini akan semakin menjauhkan Indonesia dari sistem kepartaian yang sederhana. Karena secara otomatis akan semakin banyak calon presiden yang muncul. Padahal capres merupakan orang terpilih dan bukan orang sembarangan.








Pro dan Kontra Pemilu Serentak
Pro
Sebagai perwujudan kedaulatan rakyat yang seutuhnya harus disebut sebagai hak warga negara untuk memilih secara cerdas dan efisien pada pemilihan umum serentak maka sudah sepantasnya pemilu dilaksakan serentak. Dinilai Lebih Efisien Jika serentak, setiap warga negara dapat membuat peta dibenaknya tentang check and balances versi pemilih. Pelaksanaan pemilu baik pemilu legislatif maupun pemilu presiden dan wakil presiden yang selama ini dilakukan terpisah (tidak serentak) dinilai tidak efisien. Selain biayanya yang sangat besar, pelaksanaan pemilu tidak serentak telah menimbulkan kerugian hak konstitusional warga negara sebagai pemilih. Atas dasar itu, Pakar Komunikasi Politik, Effendi Gazali mempersoalkan sejumlah pasal dalam UU No. 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden ke MK. Effendi memohon pengujian Pasal 3 ayat (5), Pasal 9, Pasal 12 ayat (1) dan (2), Pasal 14 ayat (2) dan Pasal 112 UU Pilpres terkait penyelenggaraan pemilu dua kali yakni Pemilu Legislatif dan Pilpres.
Misalnya, Pasal 3 ayat (5) UU Pilpres menyebutkan pemilihan umum presiden dan wakil presiden dilaksanakan setelah pelaksanaan pemilihan umum anggota DPR, DPD, dan DPRD.   Effendi menilai pelaksanaan pemilu lebih dari satu kali telah merugikan warga negara yang mempunyai hak pilih. “Kerugiannya, kemudahan warga negara melaksanakan hak pilihnya secara efisien terancam dan dana pemilu tidak serentak amat boros, seharusnya bisa digunakan untuk pemenuhan hak-hak konstitusional lain. Dia mengatakan pelaksanaan pemilu secara serentak selain efisien (hemat) dapat mendidik para pemilih menjadi cerdas. Cerdas yang dimaksud Gazali, dengan menerapkan sistem presidential coattail dan political efficacy (kecerdasan berpolitik).
Presidential Coattail, setelah memilih calon presiden, pemilih cenderung memilih partai politik atau koalisi partai politik yang mencalonkan presiden yang dipilihnya. Kalau presidential coattail, pemilih memilih presiden sama dengan pilihannya untuk anggota DPR dan DPRD dalam satu partai.Tetapi, kalau political efficasy, dia bisa bisa memilih anggota legislatif dan memilih presiden yang diusung partai lain. Ini bisa dilakukan kalau pemilu legislatif dan presiden dilakukan serentak.Menurutnya, jika pemilu dilakukan secara serentak, setiap warga negara dapat membuat peta dibenaknya tentang check and balances versi pemilih. Kalau pemilu tidak serentak seperti sekarang, ada campur tangan parpol untuk menerapkan sistem threshold (ambang batas 20 persen dan 25 persen). Pemilu serentak juga untuk menghemat anggaran, seperti biaya politik, biaya kampanye. Hitungan-hitungan banyak pihak itu bisa hemat sampai Rp120 triliun.




Kontra
Dalam acara diskusi, Ketua Bidang Studi Hukum Tata Negara FHUI, Fitra Arsil menjelaskan penyelenggaraan pemilu dikatakan serentak jika pemilihan presiden putaran pertama atau satu-satunya putaran dalam pemilihan presiden dilaksanakan pada hari yang sama dengan pemilihan anggota legislatif.
Fitra berpendapat, pelaksanaan pemilu serentak berpotensi menjadi masalah jika pilpres berlangsung dua putaran. Menurut Fitra, pilpres dua putaran akan membawa konsekuensi banyaknya pasangan capres-cawapres yang bertarung. Dampak lanjutannya adalah parlemen akan terfragmentasi cukup tinggi karena konfigurasi ini memberikan peluang kepada banyak partai untuk mendudukkan calonnya di parlemen.Apabila banyak partai di parlemen, maka kemungkinan munculnya partai dominan menjadi kecil dan terjadi fragmentasi yang tinggi (multipartism). Dengan demikian, konsensus dalam proses pengambilan putusan di parlemen akan menjadi sulit.
Dari segi daya tahan koalisi, pemilu serentak yang akan dipadukan dalam pemilihan presiden dua putaran juga akan menciptakan situasi yang tidak kondusif bagi koalisi.
“Karakter koalisi di putaran kedua tentu banyak didominasi pilihan-pilihan pragmatis daripada agenda kebijakan dan program memerintah karena koalisi lebih terpengaruh suara,” ujarnya.
Merujuk pada Pasal 159 ayat (2) UU Pilpres, pelaksanaan pilpres memang dimungkinkan dua putaran jika tidak ada pasangan calon presiden dan wakil presiden yang memperoleh suara lebih dari 50 persen dari jumlah suara dalam Pilpres dengan sedikitnya 20 persen suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia.









BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas maka dalam penulisan karya ilmiah ini dapat disimpulkan bahwa Pertama, gagasan Pemilihan Umum serentak sebagai upaya untuk menggeser era transisi demokrasi menuju kearah konsolidasi demokrasi yang menekankan pada upaya untuk meminimalasisasi praktikpraktik buruk sistem demokrasi langsung yang transaksional, koruptif, serta memiliki kecenderungan untuk melembagakan politik klan dalam dinamika sistem politik ketatanegaraan di Indonesia. Kedua hukum, memperkuat sistem presidensil serta supremasi konstitusi karena konstitusionalitas menghambat terwujudnya konsolidasi demokrasi.

Saran
Agar Pemilihan Umum dapat dilakukan serentak untuk memilih anggoata DPR, DPD, DPRD (Provinsi/Kabupaten/ Kota), Presiden dan Wakil Presiden maka diperlukan dukungan kebijakan politik dari lembaga legislatif serta Pemerintah dan penyelenggara Pemilu agar dilakukan penataan dan prosedur pemilihan umun yang baik untuk menguatkan derajat partispasi rakyat sebagai pemegang kedaulatan













DAFTAR PUSTAKA

Undang-undang nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum
UU No. 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14/PUU-XI/2013

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Penggunaan Sistem Electronic Voting dalam Pemilu 2024

Revisi Aturan Masa Tenang Sebelum Hari Pemungutan Suara untuk Mencegah Kampanye Bawah Tangan yang Mengganggu Independensi Pemilih

“Saya Hanya Mengikuti Perintah Atasan” Adalah Pembelaan Yang Dibenarkan Jika Bawahan Melakukan Kesalahan Dalam Militer