“KEADILAN HUKUM”
Oleh
karya : inne
Indonesia adalah negara hukum, dan muara dari proses
pencarian keadilan yang ada di sebuah Negara hukum salah satunya adalah
pengadilan. Karena itu, proses peradilan semestinya ditopang dengan semangat
sesuai dengan ketentuan yang adil dan sesuai dengan ketentuan hukum yang
berlaku. Bagaimana mungkin keadilan akan dicapai jika proses peradilan tidak
dilakukan secara adil (fair trial).
Disisi lain Indonesia
merupakan Negara yang sangat majemuk, baik dari segi sosial, budaya, polotik, maupun ekonomi. Di samping
menjadi modal dasar bagi bangsa yang besar, kemajemukan itu ternyata melahirkan
aneka persoalan yang kompleks. Ketimpangan pembangunan, misalnya, mengakibatkan
kesenjangan social. Efek lanjutnya, kesenjangan kerap berpengaruh terhadap
ketimpangan struktur masyarakat dalam memperoleh keadilan.
Hingga hari ini
public disuguhi fenomena sejumlah putusan pengadilan yang diskrepansi, yakni
putusan yang mengandung ketaksesuaian antara harapan publik dan kenyataan.
Publik selalu berharap pengadilan sebagai pintu utama hukum dapat mewujudkan
rasa keadilan, namun kenyataannya pengadilan sering menghadirkan putusan atau
vonis hukum controversial yang kerap melukai rasa keadilan.
Belakangan ini di
Indonesia kerap terekspos proses peradilan yang janggal. Contoh yang
masih belum lekang dari ingatan kita, Baru-baru ini kita dihebokan dengan
berita tentang nenek Asyani yang berumur 63 tahun asal kabupaten Situbondo,
yang harus menjalani persidangan lantaran diduga mencuri tujuh batang kayu
millik Perum Perhutani. Padahal, ketujuh kayu tersebut merupakan hasil dari
tebangan suami Asyani yang dilakukan 5 tahun yang lalu di lahan tanah sendiri
dan disimpan di rumahnya. Kepemilikan lahan ini dibuktikan dengan kepemilikan
sertifikat hak atas tanah yang dimiliki Asyani. Jaksa pun menjerat Asyani
dengan pasal 83 UU Tahun 2013 tentang illegal logging atau perusakan hutan
lindung dengan ancaman 5 tahun penjara. Asyani pun sudah menjalani pahitnya
dipenjara sejak 15 Desember lalu.
Pengadilan
seolah-olah mengungkapkan pesan hanya berani menghukum orang miskin, namun tak
pernah berani menghukum orang kaya dan para elit politik yang bersalah di
negeri ini. Lihatlah bagaimana kasusus “rekening gendut” komisaris jenderal
Budi Gunawan yang dengan begitu mudahnya PN Jakarta selatan membuat putusan
hukum yang tak adil. Budi Gunawan dibebaskan dari penetapan status hukum
tersangka dari komisi pemberantasan korupsi (KPK). Kini kasus Budi ini
dilimpahkan ke kejaksaan Agung dan kepolisian Republik Indonesia. Pada kasus
asyani vs Budi bagaikan langint dan bumi yang sangat jauh berbeda. Pengadilan
seolah memperlihatkan wibawa dan otoritasnya untuk secepat kilat menghukum dan
bagai harimau yang lapar menerkam mangsanya, sedangkan pada kasus Budi Gunawan
pengadilan berubah perangai menjadi persahabatan dan jadi dewa
penolong.
Dari dua
kasus di atas yang sangat bertolak belakang, diditu kita bias menilai bahwa
hukum di Negara kita belum mampu memberikan keadilan kepad rakyat. Sedangkan
hukum pablik atau hokum pidana yang diterapkan di Indonesia adalah jhukum yang
menyangkut kepentingan umum Negara, yang apabila hokum itu dilanggar, maka
Negara turun tangan agar pelaku mempertanggungjawabkan perbuatannya. Meskipun
hal demikian itu tergantung kondisi dan situasi. Seperti pada rakyat biasa yang
tidak punya harta, posisi, dan status yang tinggi. Hokum kita banyak membiarkan
kasus-kasus berat jika dilakukan mempunyai harta dan kekuasaan. Orang biasa yang
melakukan pelanggaran kecil. Sedangkan pejabat yang melakukan korupsi sampai
miliaran bahkan triliunan dapat berkeliaran dengan bebas. Meskipun ada beberapa
koruptor yang dipenjara, mereka masih menikmati fasilitas mewah di dalam
tahanan, bahkan lebih mewah dari orang biasa yang tinggal di luar penjara.
Kasus ketidakadilan hokum yang dialami nenek Asyani dan rakyat lainnya
mencerminkan bahwa di Indonesia itu TUMPUL KE ATAS RUNCING KE BAWAH.
Dalam
kehidupan berbangsa & bernegara, hukum memegang peranan penting. Hukum
dibuat seharusnya untuk dipatuhi, namun kebanyakan di Indonesia malah
sebaliknya. Akhir-akhir ini di Indonesia banyak yang tidak mendapatkan
keadilaan dalam hukum, terutama rakyat kecil. Sebagai negara hukum, harusnya
Indonesia menjunjung tinggi HAM dan memperlakukan semua orang sama di depan
hukum, tidak peduli orang itu pejabat ataupun tukang becak.“hukum di Indonesia
tidak adil”, mungkin ungkapan itulah yang mewakili situasi hukum di Indonesia
saat ini. Jika kita membandingkan penegakan hukum untuk kalangan masyarakat
kecil dengan penegakan hukum kalangan pejabat tentulah sangat berbeda. Hal
tersebut pasti sudah banyak kita jumpai di media massa. Banyak contoh kasus
hukum yang terjadi di Indonesia dan sampai saat ini masih dipertanyakan, antara
lain:
·
Seorang buruh
pabrik bernama Hamdani divonis hukuman kurungan 2 bulan 24 hari oleh Pengadilan
Negeri Tangerang pada Oktober 2002, atas tuduhan mencuri sandal jepit milik
perusahaan tempatnya bekerja
·
Tabriji, warga
Serang, pada November 2009, divonis hukuman 7 bulan penjara karena terbukti
mencuri dua ekor bebek milik tetangganya
·
Ambil tiga buah
kakao, nenek Minah divonis 1,5 bulan penjara.
·
Mencuri sebutir
semangka, Basar Suyanto dan Kholil ditahan di LP Kediri, dan terancam hukuman 5
tahun penjara, dan masih banyak lagi kasus lain.
Mari
kita bandingan kasus hukum diatas dengan kasus hukum para pejabat di Indonesia
yang korupsi mencuri uang negara hingga miliyaran bahkan lebih tetapi hukuman
yang mereka timpa tidak sebanding dengan apa yang telah mereka perbuat. Padahal
perbuatan itu lebih keji dari sekedar mencuri sandal jepit, bebek, buah kakao
ataupun semangka. Inikah yang disebut keadilan hukum di Indonesia?.
Dari
contoh kasus-kasus tersebut, dapat kita simpulkan bahwa keadilan hukum di Indonesia
belum merata. Oleh karena itu, perlakuan sama di muka hukum perlu adanya
jaminan. Karena jika tidak, negara ini akan semakin lemah akan hukum, dan
warganya menjadi tidak teratur, rakyat kecil semakin menderita, dan para
pejabat semakin berkuasa bebas mencuri uang negara.
Hal itu
patut ditindak lanjuti oleh pemerintah. Negara dan pemerintah perlu menyadari
akan kewajibannya untuk lebih memperhatikan hak tiap warganya. Perlindungan
terhadap hukum serta perlakuan yang sama di muka hukum perlu ditingkatkan, demi
kemajuan hukum di Indonesia agar tercipta rasa aman dan tentram. Pejabat maupun
rakyat kecil harus diperlakukan sama di muka hukum.
Untuk meningkatkan keadilan hukum di
Indonesia perlu sanksi yang lebih berat sesuai pelanggaran yang dilakukan dan
UU yang lebih jelas mengenai hukum. Lembaga yang bersangkutan dengan hukum juga
perlu terbuka dan aktif dalam mengatasi kebutuhan masyarakat memperoleh proses
hukum, namun masyarakat juga harus mengatasi masalahnya sendiri misal membela
dengan bukti yang kuat. Selain itu, masyarakat seharusnya diberi penyuluhan
tentang tata cara memperoleh keadilan dalam siding pengadilan. Dan tugas
pemerintah untuk meringankan biaya yang ditanggung masyarakat.
Dalam upaya
menekan masalah peradilan hukum tersebut juga perlu kerja sama antara
masyarakat dengan pemerintah. Seperti masyarakat tidak berbuat yang neko-neko,
masalah tidak akan muncul. Dan pemerintah member sanksi mati untuk para
koruptor, sehingga akan menekan jumlah koruptor di Indonesia.
Komentar
Posting Komentar