Sipil Berseragam Loreng Ala Militer, Supaya Apa?
Karya : Jaswandi
Saya sedikit terkejut ketika
melihat pria-pria berambut cepak dan berseragam loreng ala tentara. Satu di
antaranya tak mengenakan pakaian loreng melainkan setelan hijau-hijau lengkap
dengan tulisan PROVOST di lengan kirinya. Awalnya saya mengira mereka anggota
TNI. Setelah diperhatikan, saya menyadari mereka bukan anggota TNI. Motif
lorengnya lebih kecil dengan perpaduan warna hijau tua, putih, dan kuning. Tak
ada warna cokelatnya. Pun tanpa tanda pangkat di lengan maupun pundak.
Motif seragam pria-pria itu lebih
mirip seragam lapangan bermotif loreng milik anggota Brimob - yang sempat
menuai kontroversi akhir tahun 2014 silam - tapi tanpa paduan hijau muda dan
kuning tua. Postur mereka juga "kurang seragam". Ada yang fisiknya
terlihat memenuhi syarat sebagai anggota TNI, tapi ada yang tampak sangat sipil
sekalipun sudah membalut tubuhnya dengan seragam loreng.
Kembali mengenai seragam ala
militer. Tidak, ini bukan mengenai Presiden Jokowi yang baru-baru ini
mengenakan seragam militer ketika menemui rombongan PP Muhammadiyah yang
dipimpin Din Syamsuddin, di Istana Merdeka, Selasa kemarin. Ini soal banyaknya
organisasi masyarakat atau kelompok-kelompok sipil lainnya yang doyan
mengenakan seragam ala militer lalu memasuki area publik dalam balutan seragam
tersebut. Sedangkan tentara betulan tidak diperbolehkan jika bukan dalam rangka
tugas.
Militer kita memiliki 'aturan' yang
melarang penggunaan atribut TNI oleh sipil, baik pakaian maupun simbol-simbol
dalam bentuk stiker, emblem, dan sebagainya. Penelusuran di Google, saya
menemukan Surat Keputusan Panglima TNI No Skep/346/X/2004 tanggal 5 Oktober
2004 Tentang Pedoman Penggunaan Pakaian Dinas Seragam TNI. Keputusan ini juga
melarang keluarga anggota TNI menggunakan semua atribut TNI.
Bahkan Kelakuan petantang-petenteng
dan memalak tak jarang bikin warga geram. Padahal ormas berseragam Tentara
Nasional Indonesia (TNI) jelas dilarang dalam Undang-undang. Hal itu sesuai
Pasal 59 Ayat 1b Undang-undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Penggunaan Atribut
militer. Aturan itu menyebut warga sipil maupun ormas dilarang menggunakan
pakaian atau seragam menyerupai pakaian dinas militer.
Di Indonesia, tidak semua orang
yang mengenakan seragam loreng berstatus anggota TNI atau Brimob Polri. Sebagian
dari mereka adalah sipil yang 'gila militer,' yang kerap tertangkap basah
sebagai anggota gadungan.Selain itu ada juga yang tidak mengenakan atribut
TNI.Namun mengenakan seragam yang mirip atribut TNI.
Penggunaan atribut militer oleh
warga sipil kerap ditemui di sejumlah tempat. Mulai dari stiker militer, baju,
celana, jaket sehingga seragam militer dengan mudah dijumpai dikenakan di
jalan-jalan.Kepala Dinas Penerangan Angkatan Udara (Kadispenau), Marsekal
Pertama TNI, Dwi Badarmanto, menegaskan, selain melanggar hukum, penggunaan
seragam dan atribut militer oleh masyarakat sipil, sejatinya sangat
membahayakan dirinya sendiri. Oleh karena itu, menurut saya, menjadi aneh
ketika masyarakat sipil sudah ikut-ikutan menggunakan seragam dan atribut
militer. Tindakan tersebut sejatinya justru membahayakan.Untuk menghindari
masyarakat sipil menjadi sasaran kekerasan dalam konflik militer, maka sudah
saatnya penggunaan seragam dan atribut militer oleh masyarakat sipil
dihentikan.Penghentian penggunaan seragam dan atribut militer juga harus
dipahami sebagai upaya taat dan tertib hukum masyarakat dan bangsa Indonesia
terhadap hukum internasional seperti yang tertuang dalam konvensi Jenewa 1949.
Kalau kemudian belakangan ini
banyak institusi sipil (pemerintah dan swasta) juga menggunakan seragam dan
atribut militer, tentunya perlu dikaji kembali landasan hukum apa yang menjadi
alasannya.Diakui, duplikasi penggunaan seragam dan atribut militer oleh sipil
seperti yang terjadi saat ini (Kemenhub, Kemenhum dan Ham, Polsuska) setidaknya
membawa dampak kurang baik di kalangan internal TNI AU/TNI mupun eksternal
masyarakat.Di kalangan internal prajurit TNI AU/TNI, duplikasi penggunaan
seragam dan atribut militer oleh sipil telah “melukai” hati prajurit TNI
AU/TNI.Dampak untuk eksternal, duplikasi penggunaan seragam dan atribut militer
oleh sipil dapat menimbulkan image negatif prajurit atau institusi militer.Hal
ini terjadi bila masyarakat sipil yang menggunakan seragam dan atribut militer
melakukan perbuatan yang tidak terpuji di masyarakat. Masyarakat awam, tentunya
akan beranggapan bahwa mereka adalah seorang prajurit TNI AU/TNI, karena
masyarakat tidak dapat mebedakan mana yang seorang prajurit dan mana yang
seorang sipil.
Saya merasa ketika sipil mengenakan
busana ala militer, ada semacam perasaan "lebih berani" kemudian
bertingkah layaknya aparat. Tapi belum tentu dia berani mempertaruhkan jiwa
raganya manakala negara membutuhkan untuk tujuan bela negara. Jangan sampai
malah lebih duluan lari terbirit-birit sampai terkencing-kencing.Namun saya
belum menemukan aturan lebih tegas mengenai hal ini. Maksudnya mengenai
pemakaian busana mirip seragam TNI. Sekalipun tidak sama persis, masyarakat
bisa terkecoh oleh seragam semacam itu. Apalagi bila yang mengenakan busana itu
adalah ormas dan 'masuk' ke lingkungan masyarakat sipil secara berkelompok.
Kalau mengenakan seragam seperti itu untuk kerja bakti, misalnya, tentu tak
masalah. Kalau di luar kegiatan kemasyarakatan, bukan tak mungkin disalahgunakan?
TNI bisa dirugikan seandainya masyarakat sipil berseragam ala TNI itu membuat
ulah, mengingat masyarakat awam menganggap mereka yang berseragam loreng adalah
anggota TNI.
Komentar
Posting Komentar