MAIN GAME SURVIVAL DI DPRD KOTA MALANG




 MAIN GAME SURVIVAL DI DPRD KOTA MALANG



Tak dapat kita pungkiri lagi bahwa korupsi sudah menjadi hal yang wajar di Indonesia. Sangat sering media massa memberitakan kasus korupsi, bahkan menjadi berita yang paling menyita perhatian masyarakat. Bahkan, dalam salah satu berita yang ditulis oleh tempo.com, Peneliti Divisi Investigasi Corruption Watch (ICW) Wana Alamsyah mengatakan pada tahun 2017 lalu terdapat 576 kasus korupsi, bertambah sebanyak 94 kasus dari tahun 2016. Kerugian negara pun meningkat dengan angka sebesar Rp 6,5 triliun dan suap Rp 211 miliar. Dari artikel lainnya, yang dimuat oleh kompas.com, Indonesia menduduki peringkat ke-96 dunia paling tidak korup, sedangkan negara lain di asia tenggara seperti singapure, menduduki peringkat 6 dunia paling tidak korup, Brunie Darussalam urutan ke 32, Malaysia urutan 62, bahkan timur leste urutan 91. Ini adalah hal yang sangat membuat hati masyarakat Indonesia bagaikan teriris-iris oleh silet yang sangat tajam, dikhianati oleh seorang kekasih yang ditinggal saat lagi saying-sayangnya, perih layaknya luka ditetesi alkohol dan jeruk nipis. Lord Acton pernah berkata “Power tends to corrupt, absolute power absolutely”. Memang kekuasaan itu cenderung untuk korup, apabila mental sang wakil rakyat masih cupu, tidak bisa mewakilkan kepentingan sang pemilik kedaulatan tertinggi. Baru-baru ini, berita yang lagi hangat-hangatnya, beredar bahwa 41 Anggota DPRD Kota Malang tertangkap kasus suap, meyisakan hanya 4 orang anggota DPRD Kota Malang yang tak tergoda oleh rayuan “korupsi”.
Anggota DPRD Kota Malang ini bagaikan main game survival seperti PUBG, lalu tersisalah 4 orang pemain yang bertahan menjadi pemenang dari game tersebut, 41 lainnya kalah dalam pertarungan. Peranalogian yang lucu sekali, tetapi sangatlah miris. Berdasarkan artikel dari tribunnews.com, kasus suap yang menimpa para anggota DPRD Kota Malang ini berkaiatan dengan pembahasan APBD-P kota Malang tahun anggaran 2015. KPK lalu menetapkan ketua DPRD Kota Malang, M. Arief Wicaksono sebagai tersangka, karena disangka menerima suap sebesar Rp 700 juta dari Kepala Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan Pengawasan Bangunan (DPUPPB) kota malang tahun 2015 Jarot Edy Sulistyono. Sampai pada tahun 2018 kasus tersebut terus berkembang, timbul fakta-fakta baru, yang pada akhirnya menjadi 41 tersangka kasus suap. Berdasarkan landasan filosofis, korupsi pastinya menyalahi pancasila dan pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, tidak sesuai dengan sila  2, 4 dan 5. Teori dari Montesquieu tentang trias politica, salah satu pembagian kekuasaannya yaitu legislatif, maka kasus suap yang terjadi pada anggota DPRD Kota Malang ini meyalahi fungsi sesungguhnya dari kekuasaan legislatif tersebut, yang salah satunya yaitu sebagai lembaga yang berhak untuk menetapkan Anggara Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Seharusnya mereka gunakan jabatan meraka sebagai bukti pengabdian kepada negara dan demi kemakmuran rakyat dan negara, malahan meraka gunakan untuk memperkaya diri mereka sendiri. Dari segi yuridis pun, korupsi telah diatur dalam UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan tindak pidana korupsi, bahwa pada pasal 2 berbunyi “Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain yang suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000.00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Dengan adanya kasus suap yang terjadi pada DPRD Kota Malang ini, kita sebagai masyarakat harus lebih bijak lagi dalam memilih wakil rakyat yang akan duduk di kursi legislatif, baik di pusat maupun di daerah. Untuk meminimalisir terjadinya korupsi yang layaknya sudah seperti sahabat karib bagi Indonesia ini, maka ada beberapa hal yang perlu untuk dilakukan. Yang pertama, memberikan pengetahuan kepada masyarakat luas terhadap calon presiden/wakil presiden, calon legislatif (baik di pusat maupun di daerah) dan calon kepala daerah, agar masyarakat tidak salah pilih wakilnya nanti. Yang kedua, untuk para masyarakatnya, jangan mudah terpengaruh apabila kita diberi suap oleh wakil rakyat yang bersangkutan untuk memilih sang calon wakil rakyat tersebut, dan untuk Badan Pengawas Pemilihan Umum (BAWASLU) agar lebih memperketat jalannya pemilu, supaya tidak ada terjadi kecurangan yang tidak dikehendaki. Yang ketiga adalah membuat lembaga untuk mengawasi lembaga legislatif yang bersangkutan, memang sudah ada Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD), tetapi anggota-anggotanya tetap dari DPR itu sendiri, sangat tinggi untuk terjadi kongkalikong antara DPR selaku pemegang kekuasaan legislatif dan MKD. Maka adalah suatu keharusan untuk membuat lembaga pengawas terhadap lembaga pengawas itu sendiri, demi berjalannya demokrasi di Indonesia yang sesuai dengan cita-cita.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Penggunaan Sistem Electronic Voting dalam Pemilu 2024

Revisi Aturan Masa Tenang Sebelum Hari Pemungutan Suara untuk Mencegah Kampanye Bawah Tangan yang Mengganggu Independensi Pemilih

“Saya Hanya Mengikuti Perintah Atasan” Adalah Pembelaan Yang Dibenarkan Jika Bawahan Melakukan Kesalahan Dalam Militer