PRESIDENTIAL TRESHOLD DALAM PEMILIHAN UMUM SERENTAK



OLEH : OKTARINA SARARE
Seiring dengan mendekatnya momen pesta demokrasi di tahun yang akan datang, semakin memanas pula nuansa perpolitikan di Indonesia. Tahun 2019 nanti akan menjadi tahun demokrasi yang akan selalu diingat dalam sejarah perpolitikan di Indonesia, sebagai tahun diadakannya pemilihan umum yang dilaksanakan secara serentak untuk pertama kalinya di negara tercinta ini. Serentak dalam hal ini adalah pemilihan umum untuk Kepala Negara sekaligus Kepala Pemerintahan, yaitu Presiden. Dan pemilihan umum untuk orang-orang yang akan mewakili rakyat di lembaga negara yang dinamakan Dewan Perwakilan Rakyat. Hal tersebut dilaksanakan berdasar dari Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14/PUU-XI/2013. Putusan a quo dikeluarkan pada tahun 2013, namun tidak serta merta poin dari putusan tersebut dapat dilaksanakan pada pemilihan umum di tahun 2014, karena para Hakim Konstitusi mempertimbangkan bahwa diperlukannya kesiapan yang matang dalam pelaksanaan Pemilu Serentak, yang persiapannya tidak akan cukup dilakukan hanya dalam tenggang waktu 1 tahun.
Semakin mendekatnya momen yang menentukan arah bangsa Indonesia untuk kedepannya, semakin banyak pula mencuat kabar-kabar terkini mengenai pemilihan umum. Salah satunya tak luput dari pendengaran kaum intelektual muda yang fokus di bidang hukum tentang sistem penyaringan untuk partai politik mengusung seseorang yang dipercayakan sebagai calon Presiden yang dinamakan dengan Presidential Treshold.
Presidential Treshold berkedudukan sangat penting dalam pencalonan Presiden untuk menuju pemilihan umum. Sederhananya, Presidential Treshold disebut dengan ambang batas untuk partai politik dalam mengajukan perwakilan anggotanya untuk duduk di kursi lembaga Eksekutif. Poin mengapa Presidential Treshold dikatakan penting adalah agar tidak terjadinya ledakan partai politik yang mengusung anggotanya untuk menjadi calon presiden. Hal ini guna menegakkan stabilitas politik di Indonesia yang menjadi salah satu cara untuk mencapai negara yang kuat, disamping harus kokohnya demokrasi. Ambang batas untuk partai politik dapat mengusung anggotanya untuk menjadi calon presiden yang ditetapkan saat ini adalah 20% anggotanya yang duduk di kursi Parlemen. Hingga singkatnya, sebelum ditetapkannya partai politik mana saja yang dapat mengusung anggotanya untuk menjadi calon presiden, terlebih dahulu dilakukan penghitungan berapa banyak anggota dari parpol a quo yang berhasil duduk di kursi parlemen. Misalnya pada pemilihan umum legislatif sebelum pemilihan umum presiden, total anggota partai politik A yang berhasil duduk di kursi parlemen tembus di atas persentase 20%, maka parpol A berhak mengusungkan anggota terbaiknya untuk menjadi calon presiden pada pemilihan umum presiden selanjutnya.
Yang menjadi akar permasalahan dalam hal ini adalah bagaimana cara menghitung ambang batas yang ditentukan oleh seberapa besar keterlibatan anggota-anggota partai politik dalam menduduki kursi parlemen, jika pemilihan legislatif dan pemilihan presiden saja dilakukan di hari yang sama? Hingga pertanyaan terbesar yang muncul dalam benak kita adalah, Presidential Treshold yang mana yang akan menjadi ambang batas pencalonan presiden pada pemilihan umum serentak nantinya? Selain itu, apakah sistem Presidential Treshold masih bisa dikatakan relevan dengan pelaksanaan pemilihan umum secara serentak?
Berangkat dari pertanyaan itulah selanjutnya dilakukan suatu kajian yang harus menemukan satu solusi untuk menjawab pertanyaan tersebut. Agar tetap melaksanakan Putusan MK tentang pelaksanaan pemilihan umum serentak di tahun 2019, dan agar tetap mengacu kepada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum yang didalamnya mengharuskan tetap adanya Presidential Treshold dalam pemilihan Presidendan Wakil Presiden, maka dibutuhkan satu jawaban untuk menjadi jalan tengah yang harus mengakomodir amanat dari dua aturan tersebut.
Setidak-tidaknyaada 2 pilihan yang dapat menjadi obat atas kedilemaan kita harus lebih berpihak kemana. Apakah memilih Pro terhadap Presidential Treshold meskipun Pemilihan Umum dilaksanakan secara serentak, atau memilih Kontra yang artinya Presidential Treshold harus dihapuskan karena tidak relevan jika beriringan dengan Pemilihan Umum serentak antara memilih Presiden sertaWakilnya dan memilih Wakil kita yang dalam hal ini adalah Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
Sejatinya Presidential Treshold masih bisa diterapkan meskipun dengan Pemilu serentak, dengan cara menjadikan Presidential Treshold di Pemilu sebelumnya pada tahun 2014 sebagai ambang batas partai politik dalam mengusung anggotanya untuk menjadi calon presiden di pemilu tahun 2019. Meskipun demikian, masih terdapat kekurangan dari hal tersebut, bahwa relevan kah menjadikan ambang batas di 5 tahun yang lalu untuk kembali menjadi ambang batas di 5 tahun kemudian? Tentunya partai-partai yang 5 tahun lalu masih menjadi partai kecil, namun seiring berjalannya waktu 5 tahun kemudian partai tersebut berkembang dan telah menjadi partai yang besar, maka partai a quo lagi-lagi tidak dapat berpartisipasi dalam mengusung anggotanya untuk menjadi calon presiden guna meramaikan pesta demokrasi besar-besaran, karena di pemilu sebelumnya ia tidak bisa berpartisipasi dalam mencalonkan anggotanya. Jawaban ini adalah jawaban yang menggunakan kacamata pro terhadap Presidential Treshold harus tetap ada pemilihan umum serentak mendatang.
Namun jika dilihat dari sudut pandang yang lain, yaitu tidak relevannya hal tersebut diterapkan karena dinamika perpolitikan akan selalu berubah tiap tahunnya, terlebih dalam 5 tahun perjalanan perpoliltikan di Indonesia. Solusinya adalah dengan menghapuskan Presidential Treshold dalam pemilihan umum serentak, namun menguatkan Parliamentary Treshold yang sebelumnya sebesar 4% menjadi 10% sebagai tolak ukur dapat atau tidaknya sebuah partai politik mengusung anggotanya untuk menjadi calon presiden dalam pemilihan umum serentak.
Maka dua pilihan tersebut kembali kepada pemikiran masing-masing setiap individu dalam menilai yang manakah yang lebih relevan untuk menjadi jalan tengahnya. Karena tidak akan ada yang salah untuk berpendapat dalam hukum, asalkan dengan dasar dan tidak bertentangan dengan segala norma yang ada.

Banjarmasin, November 2018

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Penggunaan Sistem Electronic Voting dalam Pemilu 2024

Revisi Aturan Masa Tenang Sebelum Hari Pemungutan Suara untuk Mencegah Kampanye Bawah Tangan yang Mengganggu Independensi Pemilih

“Saya Hanya Mengikuti Perintah Atasan” Adalah Pembelaan Yang Dibenarkan Jika Bawahan Melakukan Kesalahan Dalam Militer